Incoming call
Luke's Home
Tepat pukul satu dini hari, kabut nafsu semakin menyelimuti dua insan yang saling melempar tatapan gelap. Seolah menjelma menjadi binatang buas yang siap menyantap hidangannya detik ini juga.
Tubuh pria blasteran itu semakin mendekat, mengikis jarak dengan pria manis yang terlentang dibawah kuasanya. Kesadaran Luke masih tersisa, meski nyaris menguap terkalahkan dengan nafsu. Kedua tangan Luke mengunci seluruh pergerakan pria di bawahnya. Menahan tangan Metawin pada dua sisi kepalanya.
Nafas tak beraturan semakin jelas terdengar dari Metawin. Ia menatap lekat pria yang mengungkungnya saat ini. Pria yang tak pernah ia bayangkan akan melakukan kegiatan panas dengannya setelah sekian lama. Setuhan-sentuhan yang dulu sering Metawin rasakan, kini kembali menyapa setiap jengkal tubuhnya.
Bibir hangat perlahan menyapa ranum Metawin. Mengecup ringan beberapa saat sebelum berubah menjadi pagutan panas yang sesungguhnya. Metawin tak menolak, pun tak menerima. Kedua kelopak matanya menutup sempurna saat pria di atasnya memperdalam pagutannya. Bunyi basah yang dihasilkan pertukaran saliva keduanya mulai terdengar di ruangan milik Luke.
Cairan bening turun bebas menyapa ujung bibir Metawin. “Ahh—“
Lenguhan pertama lolos dari ranum Metawin setelah Luke dengan sengaja menyesap kasar lidahnya. Metawin merasakan sebuah tangan mulai bergerak melepas satu per satu kancing kemeja yang ia kenakan. Dinginnya suhu ruangan menyapa tubuh polos bagian atas Metawin. Sentuhan menggoda menyapa pinggang rampingnya. Tubuhnya meremang, semakin memanas seiring liarnya tangan Luke pada tubuh indah Metawin.
Luke mengakhiri pagutan panasnya, menjauhkan diri sejenak dari pria manis di bawahnya. Ia kembali menatap lapar tubuh seputih susu yang menyerah dalam kuasanya. Seringai kecil perlahan muncul pada bibir pria blasteran yang sibuk menanggalkan pakaiannya. Seolah siap menjamah hidangan istimewanya malam ini.
“You know me, right? Berhenti sekarang atau gue pake berkali-kali?”.
Seolah tertampar keras hingga kesadarannya perlahan kembali. Dadanya bergemuruh memikirkan hal-hal kotor yang akan terjadi selanjutnya. Ia pernah merasakan bagaimana Luke benar-benar menikmati tubuhnya hingga pagi hari. Entah berapa ronde yang harus Metawin mainkan bersamanya. “Do me“
Kalimat singkat sebagai awal dimulainya kegiatan panas sepasang mantan kekasih. Atas persetujuan Metawin, kini seluruh fabrik yang menutupi tubuh indahnya telah lenyap. Tak menyisakan sehelai benang pun. Tubuh indah seputih susu itu terpampang nyata, menyapa netra Luke yang berbinar.
Tubuh yang pernah Luke habisi semalaman penuh. Tanpa ampun, tanpa jeda, hingga Metawin tak berhenti membebaskan lenguhan laknat setiap kali kenikmatan ia dapatkan.
“Mhhh— touch me— morehh pleasehhh ahhh”.
Satu kalimat permohonan telah Metawin ucapkan tanpa rasa malu. Siapa yang peduli dengan rasa malu jika nikmat yang ia dapat akan membawanya pada surga dunia. “Tegang, Ta? Want me that much? Hm?”.
Shit, terlalu banyak godaan. Metawin tak tahan. Tangannya serampangan menyentuh selatan Luke yang telah menegak sempurna di bawah sana. Luke menggeram menahan nikmat seraya menjamah puncak dada Metawin. Saling memberi serangan nikmat, Luke tak berhenti mengerjai dua noktah yang mengeras dengan lidah hangatnya, sedangkan Metawin terus mendesah nikmat dengan satu tangannya terus memijat selatan Luke.
Puas dengan dada Metawin, Luke beralih memberikan hisapan keji pada kulit putih yang teramat menggoda. Entah berapa tanda kemerahan telah tercetak pada tubuh Metawin. Luke menatap tubuh itu sejenak, merasa bangga akan karyanya yang telah lama tak ia rasakan. “Indah banget, sayang”.
“Can you please fill my hole right now?”.
Luke menyeringai, “Ngga sabaran banget, sejak kapan jadi jalang gini? Hm?”. Semakin direndahkan, Metawin semakin merasa panas dalam tubuhnya kian meningkat. Tangannya mengalung sempurna pada leher pria di atasnya. Sengaja Metawin gerakan pinggulnya saat tubuh keduanya semakin tanpa jarak.
Luke kembali menghabisi noktah yang sempat terabaikan, lidahnya tak berhenti memberikan kenikmatan duniawi pada pria manis yang sedang menggoda di bawah sana. Kecup, jilat, hisap. Metawin tak kuasa menahan serangan nikmat yang menjalar di tubuhnya. Dada indahnya kian membusung seiring dengan kuatnya hisapan pada puting yang mengeras.
“Udahhh...jangan disituhh teruss— ahhh satunyahh...hisap jugahhh“
Pria di atasnya dengan senang hati bergantian memanjakan dada yang sejak tadi hanya tersentuh dengan jari-jarinya. Luke merasakan jemari Metawin semakin liar menjelajah tubuh bagian bawahnya. “Calm down, sayang. Kenapa buru-buru banget, hm?”.
Metawin enggan menjawab, ia memilih mendorong tubuh kekar pria yang mendominasinya sejak beberapa menit lalu. Tangan lentik Metawin serampangan membuka fabrik terakhir yang membungkus kejantanan yang telah mendesak keluar. Mulai dari ikat pinggang hingga risleting yang perlahan turun, menampilkan dalaman hitam yang terlihat membumbung. Metawin beralih melirik ke atas, mencari ekspresi pria yang menegakkan tubuh dengan berlutut di hadapannya.
Persetan dengan rasa malu dan harga diri, Metawin tengah memanjakan selatan lawan mainnya dengan mengusapkan wajahnya pada ereksi yang masih terbungkus kain terakhir. Desahan Luke tertahan, meski tangannya bergerak mengusak surai pria yang tengah mengerjai kejantanannya.
“Stop playing, he needs your mouth”. Ujar Luke dengan nada dominasi yang terdengar sedikit menegangkan.
Luke dan Metawin sama-sama kalang kabut merasakan kenikmatan tiada tara. Nikmat yang selalu didambakan oleh Luke setiap bertemu dengan pria manis itu. Malam ini, Metawin kembali dalam dunia yang telah lama ia tinggalkan. Hanya karena satu alasan yang mengakibatkannya hilang arah. Entah bagaimana perasaannya, ia hanya ingin meraih kepuasaan demi menghilangkan rasa kecewanya.
Tak peduli dengan pandang orang lain setelah ini. Pada akhirnya Metawin merasa tak akan pernah menemukan seseorang yang menerima hatinya. Berkali-kali ia menyukai seseorang dengan tulus, selalu berakhir dengan urusan ranjang, kemudian ditinggalkan setelah dinikmati hampir setiap hari. Lagi pula Metawin menikmati setiap urusan ranjangnya dengan siapapun.
Biar saja orang lain yang menganggapnya mahasiswa berprestasi tanpa tau bejatnya Metawin di luar sana.
“Ahh— enakkhh...fasterhh”.
Lenguhan demi lenguhan saling bersautan di dalam ruangan dengan lampu kecil yang menambah suasana erotis kegiatan panas malam ini. Sebenarnya, salah satu dari mereka sedikit terganggu dengan panggilan masuk pada ponsel Metawin.
Setidaknya 4 panggilan masuk, namun tak satupun terjawab oleh pemilik ponsel. Metawin tak peduli, tak ingin memutus nikmat duniawi. Fokus pada rasa nikmat ketika titik sensitif di bawah sana tersentuh oleh benda tumpul yang menghujam lubangnya tanpa ampun. Sedangkan Luke sedikit melirik bergantian dari wajah pria penuh nafsu di pangkuannya lalu beralih pada ponsel.
“Ta, ngga mau di jawab dulu telfonnya?”. Tanya Luke seraya memelankan temponya pada lubang hangat di bawah sana. Metawin menggeleng, justru kini dirinya lah yang bergerak, menaik-turunkan tubuhnya. Suara pertemuan kulit dengan kulit semakin terdengar jelas, seiring dengan gerakan Metawin yang menggila.
Drrrtttt Drrttttt
“Ganggu banget bangsat, gila apa, ada orang jam segini telfon mulu”.
Protes Metawin yang mau tak mau harus menghentikan kegiatan senggamanya. Segara ia raih ponsel di bawah bantal tanpa melepas penyatuan tubuhnya dengan Luke. Kemudian memeriksa notifikasi, matanya memicing setelah mengetahui dari siapa panggilan masuk yang ternyata sudah lebih dari 5 kali. “Siapa?”.
Luke memeluk pinggang ramping dipangkuannya, mendekatkan wajahnya pada ceruk leher putih yang terpampang di depannya. Kecupan-kecupan kecil ia bubuhkan pada leher itu, bak kanvas putih yang dipenuhi bercak kemerahan. Luke semakin memperdalam wajahnya pada leher Metawin.
Metawin otomatis melingkarkan sebelah tangan pada leher Luke, sedangkan sebelah tangan yang lain fokus pada ponselnya. Tak masalah dengan ereksi yang hanya diam di dalam lubang hangatnya. “Kangen cock warming kaya gini”. Ujar Luke tiba-tiba yang dibalas kekehan dari Metawin.
“Mau dikeluarin ngga? Atau tidur tapi ngga usah dilepas?”. Gila, bermaksud menghilangkan kekecewaan, justru berakhir dengan menghidupkan kembali jalang yang telah lama tidur.
Luke mengecup singkat bibir Metawin yang sedikit bengkak, “Tidur aja, dilepas tapi. Biar gue selesaiin di kamar mandi.“
“Bener? Ngga adil dong, gue udah keluar dua kali, masa lo belum sama sekali?” Metawin kembali menggodanya dengan mengetatkan analnya hingga Luke menggeram tertahan.
Luke yang kembali sadar, segera melepas penyatuannya. Merebahkan tubuh polos Metawin di kasur, dan segera beranjak menuju kamar mandi demi menyelesaikan urusannya. Metawin terkekeh melihat tingkah mantan kekasihnya.
—Je.