That night
🔞🔞🔞, BxB, Vanilla Sex, Unprotected sex, Nipple play, Fingering, Blowjob, Handjob, Kissing. BE WISE READER.
Derit pintu perlahan mengalihkan perhatian salah satu pemuda tampan yang tengah fokus menatap layar ponsel, sembari merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran cukup besar. Alih-alih kembali menatap benda pipih, Bright justru melirik ke arah sang kekasih yang baru saja menginjakkan kaki di kamar dengan nuansa serba abu-abu.
Merasa aneh dengan sikap kekasihnya yang berjalan lurus melewatinya begitu saja, membuat Bright mengerutkan kening seraya menegakkan tubuhnya bersandar pada headboard.
Salah tingkah, hal pertama yang muncul dalam kepala Bright. Bahkan sudah hampir 15 menit, tak satu kata pun keluar dari bibir sang kekasih. Keisengan Bright pun muncul tanpa diminta. Ia beranjak dari tempat tidur milik Metawin dan segera mendekat ke arah sasaran yang saat ini terlihat mencari kesibukan demi mengalihkan rasa gugupnya.
“Mau ngomong apa tadi?”
Metawin terkesiap saat suara bariton milik Bright tiba-tiba menyapa pendengarannya. Ia tak sadar sejak kapan Bright berdiri di sampingnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya.
“Mending tidur, daripada isengin aku.” Ujar Metawin santai.
Lantas kekehan Bright lolos saat menangkap raut merah padam pada wajah pemuda di hadapannya. “Bener mau?”
“Diem,”
“Aku tanya sekali lagi nih. Beneran mau, Ta?”
Seolah memikirkan sesuatu yang cukup rumit, Metawin tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ia justru beranjak meninggalkan Bright di depan lemari pakaian miliknya.
Metawin memberanikan diri menatap netra kekasihnya, terlihat lingkaran hitam tercetak jelas di sana. Tentu saja niat Metawin luruh begitu saja saat melihat betapa lelahnya Bright setelah padatnya kegiatan hari ini.
“Ditanya diem aja kan.” Ujar Bright seraya menyentuh lembut pipi kanannya.
Katakanlah Bright tak peduli dengan rasa lelah pada tubuhnya hari ini. Dengan gerakan cepat, kedua tangannya perlahan mendorong tubuh sang kekasih hingga telentang kaku di bawahnya. Metawin yang terkejut akibat serangan tiba-tiba dari Bright, hanya mampu membulatkan mata seiring dengan nafasnya yang perlahan tercekat.
“Ini— ngapain. Besok ada rap— mmh”
Ucapan Metawin terputus setelah bibir Bright membungkam telak bibir sintal miliknya. Masih terkejut dengan kejadian yang begitu cepat, mengakibat Metawin tak tau apa yang harus Ia lakukan selain memejamkan kedua matanya serta mengeratkan remasannya pada kedua pundak sang kekasih.
Hanya sekadar lumatan ringan penuh kehangatan satu sama lain. Bright masih ingin menikmati benda lembut itu, merasakan nikmat yang pada bibir sintal Metawin. Merasa tak mendapat balasan, satu gigitan kecil berhasil membuka belah bibir milik kekasihnya.
Keduanya terlibat lumatan penuh kelembutan yang perlahan menjadi pagutan panas. Bahkan Metawin tanpa sadar telah melingkarkan kedua tangannya pada tengkuk Bright. Keduanya saling memperdalam, menyalurkan panas yang berkobar dalam tubuh masing-masing. Pendingin ruangan pun tak berhasil menurunkan tensi panas yang menguar di dalam kamar Metawin malam ini.
Suara kecipak penuh nista perlahan menggema, memecah keheningan malam tempat tinggal yang lebih muda. Tangan kanan Bright bergerak mengusap lembut pada bagian leher putih sang kekasih. Perlahan turun memisahkan satu per satu kancing piyama hitam yang Metawin kenakan. Sedangkan tangan kirinya bertugas mengunci kedua tangan di atas kepala yang lebih muda.
Menipisnya pasokan oksigen dalam tubuh, membuat Metawin melepas paksa tautan bibir yang kian menuntut. Dengan nafas terengah, atensinya menatap lembut ke arah si tampan di atasnya.
“Mau lanjut?” Tanya Bright sedikit berbisik.
“Ngga capek? Besok masih repot kan di kampus.”
Lantas Bright menggeleng, mengecup singkat bibir Metawin. Tak ingin mengulur waktu, Bright mendekat ke arah perpotongan leher sang kekasih yang terekspos menggoda kewarasannya.
“Ahh...” Bright tersenyum disela kegiatannya menikmati tulang selangka si pria manis yang begitu menggiurkan.
Kabut nafsu kian menyelimuti dua insan yang tengah menikmati dan dinikmati. Meningkatnya tensi panas tak lagi mampu dihindari. Samar-samar lenguhan nikmat lolos menyapa pendengaran Bright yang justru bangga mendengarnya.
Bibir Bright semakin turun menjelajah seluruh bagian tubuh seputih susu milih sang pujaan. Hingga ujung lidahnya bertemu dengan puncak coklat muda yang mencuat keras meminta perhatiannya. Ia melirik sejenak ke arah sang kekasih yang terlihat menggigit bibir bawahnya demi menahan lenguhan.
“Ahh...mmhhp”
Satu lenguhan penuh nikmat kembali lolos saat ujung lidah Bright menyapa puncah noktah yang kian mengeras.
Jika Bright begitu menikmati lenguhan sang kekasih, berbeda dengan si pemilik suara yang justru cepat-cepat mengatupkan kembali bibirnya. Sekuat tenaga Ia menahan kenikmatan yang Bright berikan tanpa mengeluarkan suara penuh nista.
“Desah aja. Jangan digigit bibirnya, nanti berdarah, sayang.” Ujar Bright sangat lembut, seraya mengusap bibir kekasihnya dengan ibu jari.
Kecupan ringan kembali Ia bubuhkan pada bibir merah yang lebih muda. Teringat dengan kedua tangan yang terkunci di atas kepalanya serta piyama yang entah sejak kapan telah lolos dari tubuhnya, mengakibatkan Metawin meremang seketika.
“Pelan-pelan aja ya?” Bisik Bright setelah membebaskan kedua tangan sang kekasih.
Metawin mengangguk pelan, sembari perlahan menyentuh kancing teratas piyama yang Bright kenakan. Hingga sekelebat pertanyaan muncul dalam benaknya. Bagaimana bisa Ia yang selama ini dianggap liar dalam urusan seks, bisa tunduk tanpa perlawanan di bawah kungkungan Bright.
Jangankan untuk melawan, untuk menatap netra Bright saja butuh keberanian ekstra.
“Kenapa dari tadi ngga berani liat aku?”
Bright kembali melontarkan pertanyaan. Namun bukan jawaban berupa kata-kata yang Ia dapat, melainkan lenguhan singkat yang terdengar, saat Bright dengan sengaja memilin lembut kedua noktah favoritnya.
“Ahh— kakhh...”
“Sakit?”
Metawin tak habis pikir dengan sikap lembut Bright saat mengerjai dua puncak dadanya. Sikap yang justru berhasil melenyapkan kewarasannya secara perlahan. Kali pertama Ia melakukan sejauh ini dengan Bright, kali pertama pula Ia diperlakukan selembut ini.
Hatinya tak pernah merasa sehangat ini saat melakukan kegiatan panas dengan orang lain dimasa lalu. Seolah semakin yakin Bright selalu memperlakukannya seolah hal paling berharga yang harus Ia jaga. Tiap sentuhan Bright berhasil memberikan sengatan aneh dalam tubuh hingga darahnya berdesir hebat.
“Kalo sakit, bilang ya?” Ujar Bright sekali lagi. Sementara yang ditanya hanya menggeleng lemah, seraya mencengkram lengan berotot milik Bright.
“Kak— ahh...”
“Enak— ahh kak please...”
Runtuh sudah usaha Metawin menahan rasa nikmat luar biasa yang melanda tubuhnya, terlebih pada bagian dada yang kini disapa hangatnya bibir sang kekasih. Bright melumat puting keras itu dengan gerakan lembut namun sungguh memabukkan bagi si pemilik. Metawin memilih melampiaskan dengan meremas surai lebat milik Bright, seolah tak mampu menahan kenikmatan bibir serta lidah seniornya yang terus memanjakan puncak dadanya.
“Akhh— mhhh...”
“Hahh...ah kak— udahh”
Saat kata tak sesuai dengan kenyataan. Metawin dengan lantang memohon agar Bright segera menghentikan kegiatan menikmati kedua putingnya secara bergantian, namun tangannya berusaha menekan kepala sang kekasih agar semakin dalam melakukannya.
Sungguh, ini terlalu gila. Kelembutan yang Bright berikan justru semakin membunuh waras Metawin. Tak pernah diperlakukan demikian, mengakibatkan Metawin sedikit kalang kabut menahan desah nista agar tak terdengar oleh Bright.
Nafasnya kembali terengah lelah, usai Bright menjauhkan bibirnya dari puncak dada yang lebih muda. Bright begitu menikmati hasil karyanya pada dua titik keras sang kekasih yang terlihat basah dan semakin menggoda. Terlalu fokus menatap tubuh bagian atas kekasihnya, Bright tak sadar si pemilik tubuh tengah menahan malu yang luar biasa melanda.
Semburat merah muncul sempurna di pipi Metawin, tak tahan dengan tatapan penuh damba dari sang kekasih.
“Kenapa? Mau udahan?” Tanya Bright saat yang lebih muda menarik tengkuknya dan memeluk erat tanpa aba.
Metawin lantas menggeleng, semakin menyembunyikan wajahnya pada ceruk Bright. Malu, Ia terlampau malu saat tatapan Bright tak lepas dari tubuhnya.
“Kenapa sayang?”
“Malu,” Cicit Metawin berbisik, masih dengan memeluk leher Bright.
Mengerti dengan situasi yang tengah Metawin rasakan, lantas Bright mengecup kening berpeluh milik kekasihnya. Perlahan Ia turunkan kedua tangan Metawin yang melingkar di lehernya, demi menatap wajah manis di bawahnya.
Senyum Bright tak henti-hentinya terpatri pada wajah tampannya. Terlebih saat berhasil mengunci tatapannya dengan sang kekasih. Tatapan yang sulit Metawin jelaskan, terlalu dalam namun menenangkan.
“Mau dimatiin aja lampunya?” Tanya Bright seraya menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi mata sang kekasih.
“Kenapa?”
“Biar kamu nyaman, biar malunya berkurang.”
Benar saja, Metawin ingin berteriak di depan wajah Bright saat ini juga. Akal sehatnya sudah menghilang entah kemana, ditambah perhatian Bright yang semakin merenggut sisa kewarasan yang Ia punya.
“Kamu gimana?” Tanya Metawin dengan sisa warasnya. Ia tak ingin terkesan egois ketika Bright mengutamakan rasa nyaman untuknya. Bagaimanapun, baik Metawin maupun Bright harus saling merasakan nyaman hingga akhir.
“Aku segimana nyamannya kamu, Ta.”
“Pake lampu tidur aja ya?” Bright mengangguk memenuhi permintaan sang pujaan.
Bright segera beranjak, meninggalkan Metawin yang masih terlentang sama seperti posisi sejak awal. Tidak, Bright tidak langsung mematikan penerangan utama kamar kekasihnya. Alih-alih menekan saklar di samping pintu kamar, Bright justru terlihat menanggalkan piyama bagian atas yang membungkus tubuh atletisnya.
Tak sadar akan wajah kekasihnya yang semakin merah padam. Metawin cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain, sebelum pipinya berubah menjadi tomat segar. Pikirannya berkelana, membayangkan hal selanjutnya yang akan Bright lakukan.
Hingga suara saklar ditekan terdengar jelas dan penerangan utama kamar telah sepenuhnya padam, berganti dengan lampu tidur bernuansa warm yellow menjadi satu-satunya sumber cahaya malam ini. Meski hanya diterangi lampu tidur yang terletak di atas nakas, di samping ranjang, keduanya masih melihat dengan jelas keadaan tubuh masing-masing.
“Sayang,”
“Hm?” Gumam Bright.
Tanpa ragu, Metawin menarik tengkuk sang kekasih yang kembali menindihnya. Mempertemukan kembali belah bibirnya dengan milik Bright. Berbeda dengan sebelumnya, pagutan yang baru saja dimulai oleh Metawin terasa semakin penuh nafsu.
Terbukti dengan suara-suara basah yang kian terdengar. Keduanya begitu menikmati, saling melumat berbagi rasa nikmat.
“Mhh...”
Lenguhan Metawin kembali menyapa pendengaran sang kekasih saat dengan berani Bright mempertemukan selatannya dengan milik yang lebih muda. Berawal dari saling bersinggungan, hingga berubah menjadi saling bergesekan.
Gila, keduanya merasakan hal paling gila untuk pertama kali. Tak ada paksaan, melakukan dengan penuh kelembutan pada setiap tahapnya. Keduanya menyadari, tak selamanya bercumbu dengan kasar akan memberikan kenikmatan yang luar biasa.
“Aku buka ya?”
Sungguh, tanpa bertanya pun, tak masalah bagi Metawin. Usai anggukan lemah sebagai persetujuan, Bright semakin menurunkan posisi tubuhnya berada di tengah-tengah kaki jenjang sang pujaan.
Entahlah, jantung Bright mendadak tak terkontrol. Degupnya kian bertalu saat paha seputih susu menyapa kedua netranya. Bright tak kuasa menahan debaran jantung serta gejolak dalam dirinya. Terlalu indah, batinnya.
“Jangan diliatin gitu.” Cicit Metawin setelah menutup selatannya yang masih terbungkus brief serta celana dalam menggunakan tangannya.
Bright terkekeh, kemudian perlahan menyingkirkan kedua tangan sang kekasih.
“Kenapa indah banget? Hm?”
Shit!
Can you stop praising my body, Sir?!
Gerutu Metawin dalam hati saat lagi dan lagi, Bright memuji tubuhnya. Ia bisa saja gila detik ini juga.
Tak mendapat respon yang Ia harapkan, justru semakin mendorong Bright untuk segera melenyapkan sisa kain yang menutupi tubuh sang pujaan.
Tak ada lagi yang mampu Metawin lakukan setelah Bright berhasil melepas dua lapis kain terakhir pada bagian selatannya. Ia yakin, wajahnya lebih mirip kepiting rebus atau tomat merah segar saat ini. Metawin yang punya nyali untuk menatap ke arah Bright yang siap menyentuhnya lebih jauh di bawah sana.
“Shit! Ahh—”
Pekik Metawin saat tangan dingin sang kekasih menyapa kulit paha bagian dalam miliknya. Gilanya terus berlanjut, tubuh Metawin semakin menggeliat ketika Bright mengecup singkat selatannya yang kian mengeras.
“Sayang, ganti posisi ya?” Ucap Bright pelan.
Metawin segera bangun dari posisinya, mengijinkan Bright mengambil posisi bersandar pada headboard. Dengan gerakan tenang, Metawin menarik tiga lapis kain sekaligus yang tersisa di bagian bawah tubuh Bright. Nafasnya mendadak tercekat lebih menyiksa, pun dengan saliva yang seolah mengering di tenggorokannya.
Tak pernah sekalipun terbayang dalam pikirannya tentang ukuran milik seniornya itu. Membayangkan benda panjang, besar dan keras itu mencoba membelah tubuh bagian belakangnya sebentar lagi.
Perlahan namun pasti, tangannya terulur menggenggam benda kebanggaan Bright. Hingga si empunya memejamkan mata, menahan sengatan nikmat dari tangan lembut kekasihnya pada selatannya.
Tangan Metawin bergerak naik turun, memanjakan benda keras yang terasa semakin keras di tangannya. Sesekali Ia melirik ke arah Bright yang tampak menengadah dengan mata terpejam.
“Ahh— Ta...”
Untuk pertama kalinya Metawin mendengar lenguhan sang kekasih. Sedikit sisa akal sehatnya kembali bekerja, mengaggumi ketampanan Bright bahkan tanpa sehelai benang pada tubuhnya. Peluh yang kian membasahi rahang tegasnya, menambah kesan panas di wajah tampannya.
“Aku masukin ya, Kak?”
Tanpa menunggu jawaban, Metawin mengecup pelan puncak penis sang kekasih. Kemudian tanpa permis, Ia raup hampir sebagian batang ke dalam mulutnya. Kali ini, Metawin membiarkan keahliannya bekerja seperti biasa. Meskipun ada rasa takut akan terlihat begitu jalang di mata Bright.
Kepalanya bergerak lihai ke atas dan ke bawah. Rongga mulutnya terasa penuh, terasa terlalu nikmat saat urat-urat penis kekasihnya bertemu dengan lidahnya. Butuh waktu sekitar 20 menit hingga penis Bright terasa semakin membesar di dalam mulut Metawin.
“Ahh hahh...hahh udah, Ta” Ujar Bright setelah mengeluarkan paksa kejantanannya dari mulut kekasihnya.
“Aku siapain kamu dulu ya.”
Metawin kembali mengambil posisi terlentang di bawah kungkungan Bright. Ia menangkap perubahan raut wajah sang pacar yang terlihat ragu.
“Kenapa, Kak?” Tanya Metawin seraya mengusap lembut pipi kanan si pacar tampan yang berada di atas wajahnya.
“Aku ngga ada lube sama kondom. Kalo kamu ngga nyaman, kita berhenti aja.”
Metawin termangu mendengar ucapan lembut sang kekasih. Ia tak pernah menyangka, Bright akan memperlakukannya seolah ini pertama kali bagi Metawin.
“Lanjutin aja. Pelan-pelan kan kata kamu tadi?”
Bright sontak menarik nafasnya dalam, mengumpulkan keberanian untuk melangkah ke step selanjutnya. Ia mengangguk, menyetujui ucapan sang kekasih. Dengan senang hati, Metawin melebarkan kedua kakinya, memberi akses untuk Bright agar segera melancarkan aksi pada lubang kecil miliknya.
Perlahan Bright menurunkan tubuhnya, hingga atensinya menangkap cincin berkerut yang berkedut memohon untuk segera disentuh.
“Akh! Kak— bentar... shhh” Metawin kembali mendesah menahan perih, saat jari telunjuk Bright mencoba menerobos analnya.
“Sakit? Dikeluarin ya?”
Meski Bright telah mencari cara agar mengurangi rasa perih pada lubang sang pacar dengan membasahi jari menggunakan air liurnya, tampaknya usaha Bright tak berhasil. Perih sekaligus nikmat tetap Metawin rasakan.
“Jangan. Gerakin aja pelan-pelan” Ujar Metawin semakin melebarkan kakinya.
Mendapat ijin dari sang pacar, Bright melanjutkan aksinya. Jari telunjuknya perlahan Ia tarik keluar dan kembali masuk, menimbulkan lenguhan Metawin lebih keras lagi. Begitu juga dengan tubuh Metawin yang kian melengkung ke belakang saat Bright menambah tempo jarinya di dalam analnya.
“Ah ahh fuck mhh sayanghh ahhh” Racau Metawin lantang.
Sedangkan Bright begitu menikmati pemandangan saat tubuh indah sang kekasih terlonjak akibat aksi dua jari pada lubang senggamanya. Ah, Metawin tak menyadari bahwa Bright telah melesakkan dua jari ke dalam sana.
“Ta, sayang... jangan ditahan sendiri ya sakitnya.”
Kini Bright tengah bersiap dengan kejantanannya yang begitu keras siap mengoyak lubang sempit kekasihnya. Takut jika ukuran penisnya yang jauh di atas rata-rata, akan menyakiti sosok manis yang pasrah di bawah kuasanya. Bibirnya tak henti merapalkan kalimat penenang saat kepala penisnya menyentuk permukaan anal sang pacar.
“Akhh!” Metawin meringis sakit setelah Bright memasukannya dalam sekali hentak, agar segera mengakhiri rasa perih di bawah sana.
“Punggungnya mau dipakein bantal?“
“Sakit banget ya?”
“Pahanya turun aja ya, aku ngga mau kamu makin ngerasain sakit.”
Berbagai untaian kata terucap tanpa henti dari bibir Bright. Ia terlalu khawatir jika Metawin tak merasa nyaman atas perlakuannya. Beberapa kali Ia beri kecupan kupu-kupu pada bibir sintal Metawin di bawahnya.
“Boleh gerak?”
Metawin tak mampu menahan senyum setiap kali Bright meminta ijin padanya. Ia tak mengerti dengan sikap lembut sang kekasih, hingga membuatnya merasa begitu berharga.
Perlahan pinggul Bright bergerak maju dan mundur setelah Metawin mengangguk. Lenguan keduanya saling beradu, menggema jelas di ruangan dengan penerangan lampu tidur milik Metawin.
Tak sampai disitu, bibir serta lidah Bright kembali memanjakan puting favoritnya bergantian kanan dan kiri. Metawin benar-benar dibuat semakin jauh dari warasnya. Puting yang dihisap kuat, penis yang dimanjakan oleh tangan dingin Bright, serta anal yang dihujam telak oleh penis Bright seolah melenyapkan seluruh akal sehatnya.
Tubuhnya tak mampu lagi menahan serangan nikmat secara bersamaan. Semua titik sensitif tubuhnya diserang tanpa henti oleh Bright. “Ahh ah ah... too much— kak mhh”
“Can I cum inside?” Tanya Bright dengan pinggul yang tetap menghujam anal Metawin.
Yang ditanya hanya mengangguk, menerima apa saja yang ingin Bright lakukan. Ia terlalu gila dengan kenikmatan yang Bright berikan pada tubuhnya, terlebih pada analnya. Tubuhnya bergerak kesana dan kemari seiring dengan hujaman penis besar kekasihnya.
“Enak sayang?”
“Enakhh ah ah ah...enak banget ahhh”
Gerakan Bright semakin cepat, namun temponya tetap terjaga. Keduanya segera menjemput putih bersamaan. Bright kembali memeluk erat tubuh sang pujaan, sambil terus bergerak melesakkan penisnya dalam di lubang senggama penuh kenikmatan milik Metawin. Sedangkan Metawin melampiaskan nikmatnya pada punggung lebar Bright. Remasan hingga cakaran tergambar di punggung yang lebih tua.
“Im close— agghh.” Lenguh Bright berbisik di telingan sang pacar.
Pelukannya semakin erat seiring dengan penis Bright yang terasa semakin membesar di dalam lubang hangat Metawin.
“AKHHH—”
Pekik Metawin saat dirinya menjemput putih lebih cepat dari Bright.
“Ah ah ah kak— kak Bri ah mhh kakkhhh” Lenguhan panjang semakin Metawin lantunkan.
“ARGHH FUCK, IM— AHHH”
Hingga enam tusukan terakhir mengakhiri Bright yang menjemput putihnya dengan lima semburan hangat di dalam lubang sang pacar. Masih dengan posisi saling memeluk, Bright perlahan menarik keluar batang penisnya hingga menghasilkan lenguhan kecil Metawin.
“That was amazing” Ujar Bright setelah menjatuhkan tubuhnya di samping Metawin dan merelakan lengan kanannya sebagi bantal untuk sang pujaan.
Metawin mengangguk dengan senyum manisnya. Mencuri satu kecupan pada bibir Bright, kemudian memeluk erat pinggang Bright. Lantas Bright membalas pelukan kekasihnya, mengecup singkat kening Metawin dan membiarkan yang lebih muda menjemput mimpi lebih dulu.
130821//Je.