schreiben

The day has finally come.

Two person.

Two families.

With the same feeling, the same dream.

With all the love and affection for each other.

Destiny brought us together for a reason.

To be together, take care of each other, and love each other.

They are destiny.

Suasana haru kian terasa saat sebuah cincin melingkar sempurna di jari manis tangan kiri Metawin. Disusul dengan perasaan bahagia saat Metawin melakukan hal yang sama pada jari manis milik Bright.

Tidak ada yang mampu berucap, hanya menyisakan tatapan penuh binar kebahagiaan. Dua cincin yang telah tersemat nyaman di masing-masing jari manis keduanya, menjadikan tanda bahwa Bright dan Metawin telah terikat.

Terikat pada sebuah komitmen yang mereka sepakati. Sepakat untuk mengusahakan segalanya bersama. Sepakat untuk terus berjalan bersama, saling berdampingan. Sepakat untuk saling bergandengan, melewati berbagai macam cobaan tanpa melepas satu sama lain.

Dengan keyakinan hati, seluruh cinta dan kasih sayang, Bright memilihnya. Si Pria manis yang telah bersamanya sejak sebelum menginjak remaja. Hingga dewasa pun, Bright tetap memilihnya.

Bright bersumpah, seluruh jiwa dan raganya akan Ia berikan demi kebahagiaan sang kekasih hati.

“I love you, sayang.”

Dengan keyakinan hati, seluruh cinta dan kasih sayang, Metawin memilihnya. Si Pria tampan yang selalu berhasil menciptakan ribuan gejolak di dalam hatinya. Sosok yang selalu bersamanya, hingga detik ini.

Metawin bersumpah, seluruh jiwa dan raganya akan Ia berikan demi kebahagiaan sang pemilik hati.

“I love you too, Bright.”

Tangis dan tawa pernah mereka lewati bersama. Sempat hampir menyerah, namun cinta kembali mempersatukan mereka dalam sebuah hubungan dengan komitmen yang kuat.

Memang terdengar seperti lelucon bagi sebagian orang.

Pernah saling melampiaskan amarah. Kata-kata kasar yang saling terlontar. Hingga jarak semu yang nyaris terbentang begitu luas. Sebagian orang yakin, mereka tidak akan bisa bersatu. Tidak akan mungkin.

Namun semesta punya kuasa. Semesta punya cara untuk menyatukan sepasang sahabat yang kerap kali diselimuti pertikaian penuh amarah. Semesta tentu paham bahwa hati mereka saling memiliki.

Keyakinan orang lain bukan hal sulit untuk dikalahkan oleh kuatnya kuasa semesta.

Hal yang dianggap mustahil, akan benar-benar terjadi jika semesta berkehendak. Layaknya Bright Saga Johannes dan Metawin Arga Immanuel. Dua anak manusia yang dianggap tidak akan bersama, nyatanya hari ini berhasil menyematkan cincin di jari manis satu sama lain.

“Bright, Papa percaya sama kamu. Jaga putra pertama Papa dan Mama. Jaga cucu kami dengan baik, ya?”

“Terima kasih, Pa, Ma.”

Bright memeluk hangat satu per satu orangtua Metawin.

“Win, terima kasih sudah menerima putra satu-satunya Ayah dan Bunda. Ayah dan Bunda titip Bright, ya? Saling jaga satu sama lain, kalau ada masalah kecil atau pun besar, diselesaikan dengan baik. Ayah percaya sama kamu, Win.”

Giliran Metawin yang memeluk erat kedua orangtua Bright.

Satu per satu prosesi pun selesai. Doa-doa dibacakan sebagai bekal untuk dua insan yang baru saja merubah statusnya. Harapan dirapalkan dengan tulus, mengantarkan Bright dan Metawin pada langkah selanjutnya.

Langkah yang lebih sakral. Pengikat janji sehidup semati, atas nama Tuhan.

May their love always lead them to say the sacred promise in front of God.


5 Years Later for the next chapters

Je//221121.

📍 Ruang Keluarga | 18.48 WIB

Kini, tiga pemuda tampan itu telah berkumpul di ruang keluarga yang berada di rumah ini. Bright menjadi satu-satunya pihak yang sebetulnya tak begitu paham dengan urusan kakak beradik yang saat ini saling bungkam.

Anehnya, Metawin dan Pond mempercayakan Bright untuk menjadi penengah penyelesaian masalah kali ini. Padahal jika diingat kembali, Bright juga ikut andil dalam masalah yang bersangkutan dengan Kyra.

“Bisa ceritain dulu ngga, kenapa Kyra semarah itu sama Win?” Metawin sontak menegakkan duduknya.

“Aku cerita langsung masalah inti ya.”

Bright mendadak senyum tipis mendengar Metawin kembali menggunakan 'aku-kamu' saat berbicara dengannya. Namun sepertinya, Metawin sama sekali tidak menyadari ucapannya.

“Mereka dulu pacaran. Awalnya aku biasa aja sama Kyra. Sampai aku lihat sendiri, Kyra lagi jalan sama orang lain gandengan tangan. Makan berdua, udah kayak orang pacaran. Dan si tolol ini, lebih percaya sama itu cewek dari pada Kakaknya sendiri.” Ujar Metawin ketus.

Pond yang merasa terpojok pun siap mengeluarkan pembelaan. Namun, ditahan oleh Bright.

“Satu-satu ngomongnya. Win, masih lanjut?” Metawin mengangguk cepat.

“Tau gak, aku ngga sengaja lihat Kyra jalan sama yang lain tuh ngga cuma hari itu aja. Bahkan selama sebulan, aku lihat dia kayak gitu hampir 4 kali. Dengan 3 cowok yang berbeda.”

Bright sempat membulatkan mata, akibat pengakuan Metawin tentang Kyra. Sejujurnya, Bright tak menampik bahwa yang Metawin katakan memang benar. Ia pun pernah mengalaminya, namun Bright memilih untuk diam.

Kini giliran Pond yang menegakkan tubuhnya. Ekspresinya memang tidak setegang Metawin, namun tetap saja rahangnya terlihat mengeras.

“Gue ngga mau buat pembelaan, Kak. Cuma jelasin aja kenapa waktu itu, gue masih bertahan sama Kyra.”

“Waktu pacaran sama Kyra, gue bener sayang banget sama dia. Sesayang itu, Kak. Gue juga kadang bingung, kenapa bisa gue disakitin berkali-kali tapi masih aja sayang. Dia minta apapun, gue beliin. Ya, gue mikirnya dengan cara itu, hubungan gue bisa makin deket. Tapi ternyata gue salah, bahkan selama pacaran sama dia, gue diselingkuhin 4 kali. Salah satunya temen gue sendiri.”

Sang Kakak semakin jengah mendengar alasan-alasan yang terdengar sangat bodoh. Padahal, tanpa Ia sadari beberala kebodohan Pond juga terjadi padanya.

Disakiti berkali-kali, tak membuatnya berpindah ke lain hati.

“Dia pernah kabur dari rumah gara-gara gue marah banget dan minta dia putusin Kyra.” Ujar Metawin menambahkan.

Si penengah mulai pusing akibat kakak-adik yang tengah menjabarkan masalah dari masing-masing sudut pandang. Bright sendiri memaklumi sikap Metawin pada sang Adik. Tidak salah jika seorang Kakak ingin menjaga Adiknya. Tapi mungkin cara Metawin yang kurang tepat.

“Jadi, Kyra sakit hati sama kamu, gara-gara kamu minta mereka putus?” Metawin segera mengangguk.

“Tapi kenapa semarah itu? Bahkan sampai berani balas dendam kayak gini?”

“Kak Win, nyuruhnya ngga cuma sekali. Dulu, saking emosinya Kak Win, aku bener-bener ngga boleh keluar. Semua akses yang dikasih Papa, diambil alih sama Kak Win. Yaudah, Kyra makin marah aja pas aku ngga kasih kabar ke dia sebulan lebih.”

Ahh, Bright mulai menemukan pattern balas dendam yang Kyra rencanakan selama ini.

Metawin pernah membuat Kyra dan Pond kesulitan memberi kabar. Lalu Kyra membalasnya dengan mengambil alih ponsel Bright, agar kesuliatn memberi kanar pada siapa saja termasuk Metawin.

Pantas saja, selama Bright menjalin hubungan dengan Kyra, Bright merasa seperti terkurung. Semuanya diatur oleh Kyra, bahkan Ia sama sekali tidak diperbolehkan terlalu sering bertemu dengan Metawin. Sebab, Metawin lah orang yang menyebabkan hubungan Kyra dan Pond semakin renggang hingga berakhir putus.

“Jadi lo pulang ke Indonesia kali ini, buat ketemu Kyra?” Tanya Bright, yang dibalas anggukan lemah.

“Tapi gue pulang bukan mau ngajak balikan atau apapun itu, Kak. Gue malah pengen selesaiin semuanya. Selama di sana, gue ngerasa tenang. Apalagi kalau Kyra udah nyusul, gue makin takut orang rumah tau semua.”

Metawin terkejut, Ia sontak menatap tajam pada sang Adik.

“Kyra sering nyusul lo ke London?!” Pond mengangguk.

“Jangan bilang CC lo limit terus, beneran gara-gara dia?!” Pond mengangguk lagi.

Sudahlah. Metawin mendadak pusing. Ia lantas bersandar pada pundak Bright, tanpa sadar. Sedangkan Bright segera meraih tangan Metawin untuk Ia genggam lagi. Ia tau, Metawin sejak tadi susah payah menahan emosinya agar tak lepas kendali.

“Pond, lo tau kalo beberapa bulan terakhir ini, Kyra sama gue?” Giliran Bright bertanya.

“Gue baru tau setelah sampai di Jakarta, Kak. Selama disana ngga tau sama sekali. Bahkan ngga kepikiran juga kalo Kyra masih sakit hati sama Kak Win.”

Bright mengangguk. Ia menarik nafas sebelum kembali bersuara.

“Yang bikin Kyra makin marah, karena selama ini Kyra suka sama gue tapi gue selalu pentingin urusan Metawin daripada dia. Jadi ya, sakit hatinya makin kuat. Makanya, dia sebenci itu sama Win dan berakhir gue juga dimanfaatin, biar makin gampang balas dendamnya.” Jelas Bright panjang lebar.

Tangan yang sejak tadi menggenggam milik Metawin pun semakin erat saat Metawin mengangkat wajah dan menatapnya dengan jarak cukup dekat. Bright lantas tersenyum menatapnya, seraya mengangguk.

“Tapi gue udah putus kok. Dari 3 hari yang lalu.”

📍 Kamar Metawin.

Mendengar ucapan manisnya, justru membuat Bright semakin kacau. Hatinya semakin tak karuan saat Metawin duduk mengahadap ke arahnya. Ditambah senyum manis yang memamerkan gigi kelinci, sukses menimbulkan sepercik rasa hangat di hatinya.

“Mau ngobrolin apa?” Tanya Bright dengan lembut.

“Gue minta maaf karena bilang nyesel kemarin.”

Bright terdiam. Tidak tau harus merespon seperti apa, selain menatap netra di hadapannya.

“Itu— cuma kesel.” Sahut Metawin lagi.

“Terus kenapa minta maaf? Lo berhak kesel atau kalo emang nyesel— udah seharusnya, Win.”

Metawin menggeleng dengan cepat diiringi decakan malas dari ranumnya.

“Gue jahat kalo bilang nyesel, padahal gue juga mau ngelakuin itu. Lo juga ngga pernah paksa atau kasarin gue.”

Anehnya, Metawin mendadak malu setelah mengatakan perihal malam itu.

Sementara Bright hanya tersenyum dengan tatapan sayu. Entah perasaan seperti apa yang memenuhi relungnya saat ini, hingga Bright benar-benar ingin menarik tubuh Metawin ke dalam pelukannya sekarang juga.

Sayangnya, keberanian Bright tak lagi tersisa setelah berulang kali menyakiti sosok manis di hadapannya.

“Lo ngga mau jelasin? Kenapa pagi itu lo ninggalin gue gitu aja?” Bright mengangguk sesaat sembari mengatur debaran jantungnya.

“Jadi, Gulf udah telfonin gue dari malem. Bahkan pas kita masih di jalan, dia udah spam chat. Gue ngga tau karena hp lagi silent waktu itu. Terus pas nyampe rumah pun, ngga sempet buka hp sama sekali. Yaudah, semaleman Gulf nyoba telfonin gue terus— “

Ucapannya terhenti, kala jemari Metawin membungkam bibirnya.

“Kenapa ngga angkat dulu? Kalo sampe berkali-kali kan penting, Bri.”

“Ya— kita lagi kayak gitu? Gue ngga mungkin ninggalin lo gitu aja. Itu jauh lebih brengsek namanya.”

Jawaban Bright sukses membungkam Metawin hingga mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Bright kembali melanjutkan kalimatnya seraya memeluk erat bantal yang Metawin berikan sebelumnya.

“Nah, gue baru sempet buka hp pas jam 3 atau 4 gitu kalo ngga salah. Itu gue kebangun gara-gara punggung lo kebuka. Gue takut lo kedinginan, makanya gue ambil piyama sekalian gue bersihin badan lo juga. Baru setelah itu, gue inget kalo seharian ngga buka hp sama sekali. Takutnya ada yang nyari atau gimana. Yaudah, gue aktifin lagi.”

“Dan bener, Gulf telfon gue ada mungkin 30 kali lebih. Spam chat 250 lebih, isinya ngatain gue anjing semua. Akhirnya, gue keluar dari kamar lo karena takut ganggu lo tidur kalo telfonan di kamar. Untungnya Gulf masih bangun, yaudah tuh dia ceritain semua yang dia dapet dan yang dia liat hari itu.”

Metawin semakin serius mendengarkan penjelasan Bright. Tatapannya lurus menuju wajah tampan Bright. Kedua alisnya menukik tajam. Perhatiannya tak beralih barang sedetik pun.

Namun tak lama setelahnya, Metawin dibuat tercekat oleh Bright.

“Ini pacar Kyra yang beneran.”

Ujar Bright seraya menunjukkan foto yang berada di ponselnya ke arah Metawin. Sedangkan si pemilik gigi kelinci itu tak berkutik.

Isi kepalanya mendadak mengingat semua kejadian yang selama ini berusaha Ia ingat. Debaran jantungnya kian bertalu, seiring dengan kedua matanya yang memanas.

Masih dengan posisi sama, saling memeluk, memastikan jarak semu tak terbentang diantara mereka. Metawin tak lagi berada di atas Bright, Ia memilih menjatuhkan tubuhnya di samping kanan Bright. Menjadikan lengan kekar Bright sebagai bantal yang selalu membuatnya nyaman.

Keduanya sempat diselimuti keheningan, akibat tenggelam dalam pelukan hangat satu sama lain. Metawin sesekali memejamkan matanya, kala tangan besar Bright mengusap sayang punggung polosnya. Sementara Bright, beberapa kali memberikan kecupan lembut di kening Metawin.

“Sayang,”

Metawin seketika meremang akibat panggilan yang beberapa hari ini, tak pernah Ia dengar lagi. Ia pun kembali menyembunyikan wajahnya di lehar Bright, karena malu jika Bright melihat wajahnya memerah padam.

“Win, ayo ngobrol.”

“Ngomong aja, gue dengerin.”

Bright terkekeh saat Metawin semakin bersembunyi di perpotongan lehernya. Tangan kirinya perlahan bergerak lagi, memberikan usapan lembut dan sedikit menggoda di punggung Metawin yang tidak tertutupi selimut.

“Bri,”

“Hm?”

“Mau gini terus,” Ujar Metawin sedikit mendongak menatap si Tampan.

Sadar tengah ditatap, Bright pun menunduk. Pandangan nya bertemu dengan netra cantik Metawin yang menatapnya begitu dalam dan tulus.

“Sabar ya, sedikit lagi. Janji, setelah ini kalo ada apa-apa gue kasih kabar terus. Janji, ngga akan kasar lagi.”

Metawin mengangguk, lalu kembali bertanya, “Sabarnya sampe kapan?”

“Besok sore.”

Kedua alis Metawin refleks mengernyit penuh tanya. Sempat ingin menerka rencana apalagi yang Bright lakukan untuk Kyra setelah ini. Namun isi kepalanya seolah tak mampu untuk berpikir lebih jauh.

“Emang belum tau, siapa dalangnya?”

“Udah, ini gue mau cerita. Jangan dipotong ya,”

CUP

Satu kecup mesra Bright berikan pada bibir tebal Metawin yang selalu berhasil menggoda Bright seolah meminta untuk dinikmati. Metawin terkejut sebentar, sebelum akhirnya mengulas senyum dan membalas satu kecupan di bibir Briggt.

“Inget ngga, dulu jaman kita jadi panitia ospek fakultas, ada maba yang sering banget pingsan kalo ada kegiatan di lapangan? Ternyata itu Kyra. Awalnya gue juga lupa, tapi familiar sama wajahnya.”

Metawin menyamankan posisi tubuhnya dengan melingkarkan tangan kanannya di pinggang Bright dari dalam selimut. Hingga kuliat keduanya saling bersentuhan. Ia kembali fokus mendengar cerita Bright, setelah lagi dan lagi, bibirnya dikecup lembut oleh Bright.

“Gue dulu sering banget bantuin dia kalo pingsan. Gue yang gendong dia ke medis, gue juga yang siapin makan buat dia setiap abis pingsan, dan gue juga yang sering nemenin dia kalo sampe sore belum dijemput. Dari situ, Kyra mulai punya pikiran kalo gue suka sama dia.”

“Yang lebih gilanya lagi, dia bikin cerita ke temen-temen angkatan dia. Katanya, gue pernah ngajakin dia jalan setelah ospek selesai. Terus dia juga bilang, kalo gue pernah nembak dia pas gue semester 4.”

Bright melihat jelas ekspresi Metawin yang tampak geli sekaligus tak suka dengan cerita Bright yang memang terdengar sangat aneh. Namun, Bright memilih tetap melanjutkan ceritanya.

“Terus, sampe akhirnya dia tau kalo gue deket banget sama satu mahasiswa bisnis dan itu lo, makanya Kyra sempet berhenti ngarang cerita. Tapi ngga lama, soalnya dia tau waktu itu lo pacaran sama Aquene. Eh ternyata mereka sepupuan lumayan deket. Yaudah, makin jadi ngarangnya.”

Tanpa Bright sadari, Metawin tengah memperhatikannya dengan raut wajah yang cukup serius. Hingga kedua alisnya menukik tajam dan mata yang menatap lurus pada wajah Bright yang sedikit berada di atasnya.

“Terus?” Tanya Metawin menanti lanjutan dari ucapan Bright.

Yang ditanya justru kembali menunduk, lalu tersenyum saat mendapati kedua mata Metawin terlihat begitu lucu.

“Cium dulu,”

BLUSSHH.

Rona merah kembali menghiasi pipi tembam Metawin. Ditambah Bright yang perlahan mendekatkan wajahnya, seraya menatap lurus pada ranum lembut di bawahnya. Sedangkan si empunya memilih memejamkan mata, menyambut kecupan mesra dari si pemuda tampan itu.

Berawal dari kecupan ringan, hingga beralih menjadi pagutan hangat penuh nikmat. Bright terus memagut dengan lembut tanpa nafsu. Sungguh, bibir Metawin selalu berhasil memantik gairah panas di tubuhnya. Bahkan bibirnya saja, tak pernah gagal membuat Bright mabuk kepayang.

“Mhh—”

Metawin sadar saat ranumnya baru saja menciptakan suara penuh nikmat. Ia lantas menarik bibirnya, hingga pagutan bersama Bright terpaksa berakhir.

Malu.

Entah harus Ia kemanakan wajahnya saat ini. Metawin pun tak menampik fakta, bahwa bibir Bright terasa nikmat saat menjamah ranumnya. Pro-kisser, batin Metawin.

“Ceritanya lanjutin,”

Bright mengangguk dan kembali melanjutkan ceritanya yang sempat terputus. Meski dalam hati, Ia berteriak akibat wajah Metawin jauh lebih menggemaskan saat malu-malu seperti ini.

“Jadi, selama ini Kyra selalu dapet informasi tentang kita berdua, dari Aquene sama pacar dia selain gue.”

“Nah, dia kan suka ngarang cerita tentang gue sama dia tuh. Pas banget waktu itu gue naksir dia. Yaudah, halunya jadi kenyataan kata temen-temennya.”

Metawin mengangguk, namun pikirannya masih mempertanyakan perihal kebencian Kyra padanya selama ini.

“Dia kenapa ngga suka sama gue?”

“Lo pernah bikin dia sakit hati, dua kali.”

Bibir Metawin yang semula sedikit terbuka, kini menutup rapat setelah mendengar ucapan Bright. Memorinya pun Ia paksa mengingat, sosok Kyra yang hingga detik ini masih belum terjawab.

Ia merasa familiar dengan namanya, tapi entah dimana dan kapan Ia pernah mendengar atau mungkin bertemu sebelumnya. Namun Metawin yakin, Ia tak pernah mencari masalah dengan siapapun yang tak terlalu dekat dengannya. Metawin semakin ragu, hingga tanpa sadar menggigit bibir bawahnya.

Bright menyadari keresahan yang tiba-tiba muncul di raut wajah Metawin. Senyun manisnya tak lagi muncul. Semuanya berganti dengan ekspresi penuh keraguan.

“Jangan digigit bibirnya,”

Sementara si Manis kembali menatap Bright dengan sedikit menengadah.

“Gue familiar sama namanya, tapi ngga inget pernah ketemu atau kenal dimana.”

“Yaudah, jangan dipikirin. Biar gue yang cari tau, oke?”

Bright kembali menarik pinggang ramping Metawin untuk masuk ke dalam pelukannya lagi. Begitu erat, demi menangkan perasaan Metawin yang mendadak kacau. Metawin tak menolak, Ia pun membalas pelukan hangat yang Bright berikan.

“Mandi yuk?”

Sekujur tubuh Metawin meremang bukan main, kala bisikan sensual Bright dengan suara beratnya. Bright lantas menatap Metawin —

— dan kembali menyatukan bibir, saling memberi penawar rindu melalui pagutan penuh gairah.

Tidak ada kata yang mampu menjelaskan betapa hancurnya Metawin malam ini. Tangisan dan amarah seolah menyatu, menguasai dirinya. Persis seperti beberapa bulan yang lalu, menangis seorang diri. Memori pahit yang seakan kembali terjadi dalam hidupnya. Seolah semesta hanya memberinya kebahagiaan tak lebih dari satu minggu.

Metawin tak pernah menyangka, ketulusan hatinya akan dibalas dengan ribuan duri yang pernah Ia rasakan sebelumnya. Hati yang sejatinya belum sembuh, harus kembali terluka akibat keputusannya. Keputusan yang Ia anggap benar, justru menjadi jebakan yang semakin memperdalam lukanya.

Tak satupun orang yang tau, semua yang Ia rasakan tersimpan rapih dibalik senyum manisnya. Kegundahan hati yang tak kunjung berakhir, cukup Ia rasakan sendiri. Air mata yang entah kapan akan berhenti, hanya Ia rasakan sendiri.

Hanyut dalam kesedihan, Metawin tak sedikitpun menyadari kehadiran Bright yang kini berdiri di ambang pintu kamarnya. Dengan kedua mata yang menatapnya tajam, begitu nyalang seakan siap menerkam mangsanya. Dengan langkah lebar, Ia mendekati sosok manis yang kondisinya begitu menyedihkan.

GREP.

“AH! SAKIT!”

Metawin memekik kuat, saat pergelangan tangannya ditarik kasar oleh Bright. Bahkan Ia seolah tak diberi kesempatan untuk berpikir kapan Bright masuk ke dalam kamarnya.

Yang Metawin tau, amarah Bright tak lagi terkendali.

“BRI, LEPAS!!”

“DENGERIN GUE! SATU MINGGU, GUE MATI-MATIAN CARI INFO TENTANG KYRA, DEMI NGEBONGKAR KELAKUAN DIA. SATU MINGGU, GUE NGGA TIDUR DEMI PASTIIN KYRA NGGA MACEM-MACEM SAMA LO.”

“LO TAU, GUE HAMPIR GILA KARNA SATU MINGGU HARUS BENER-BENER IKUTIN PERMAINAN KYRA?!!”

Bright menghempas kuat tangan Metawin dari genggamannya. Ia sadar telah melebihi batas, hingga memperlakukan Metawin dengan begitu kasar.

“Sakit...”

“Sakit, Bri...”

Lirih, nyaris tak terdengar. Metawin merasakan sakit yang luar biasa pada sekujur tubuhnya. Bahkan tubuhnya masih mampu mengingat benturan keras saat kecelakaan mobil yang Ia alami pagi tadi. Namun Bright seolah tak peduli dan lebih mementingkan amarahnya.

Sementara itu, Bright terlihat memejamkan mata beberapa saat seraya mengepalkan erat kedua tangannya. Berusaha menekan emosinya yang kian sulit terkendali. Tidak, Bright tak akan membiarkan emosinya mengusai akal sehatnya malam ini. Ia tak pernah sekalipun menjadikan Metawin sebagai pelampiasan amarahnya.

Tidak. Jangan sampai. Bright terlalu buruk dalam menangani amarahnya. Metawin pun tau itu.

“Satu minggu, gue kepikiran ninggalin lo tanpa kabar. Gue lakuin itu semua demi ngikutin permainan Kyra, Win. Satu-satunya cara yang paling gampang buat dapetin rasahasia dia. Gue harus pura-pura ngga peduli sama lo. Lo kira gue bisa lakuin itu semuanya dengan gampang??”

“Ngga, Win. Demi Tuhan, gue tersiksa sama permainan Kyra. Seminggu gue stress proyek dosen, stress mikirin lo yang udah pasti makin benci sama gue. Ditambah gue harus terus ngikutin Kyra. Terus apa? Sekarang lo segampang itu ngerendahin gue??”

Bright mendengus, amarahnya sedikit berkurang. Meski degup jantungnya masih terpacu kuat. Setidaknya Bright tidak lagi membahayakan lawan bicaranya. “Lo bilang gue main sama Kyra? Ngehamilin Kyra? Rendah banget ya gue di mata lo selama ini.”

Metawin diam bukan karena Ia mengaku kalah. Melainkan Ia menahan sakit pada kaki kanannnya setelah Bright menariknya dari ranjang dengan kasar. Menangis pun percuma, Bright tak akan peduli padanya.

“Win, gue tau kesalahan gue sama lo terlalu banyak. Bahkan sampe gue mati pun, ngga akan bisa lo lupain. Gue tau, tanpa lo bilang sebejat apa kelakuan gue. Emang dari awal gue yang salah.”

“Gue yang sayang duluan sama lo. Gue juga yang ninggalin lo, semua sakit hati yang lo rasain juga karena gue.”

Bright melihat jelas, tubuh Metawin bergetar hebat sambil mengusap lututnya. Perlahan Ia mendekat, lalu berjongkok di hadapan kaki kanan Metawin.

“Gue minta maaf. Dari awal cuma bisa bikin lo sakit. Iya, gue brengsek, gue bajingan, gue bejat. Semua yang lo bilang, bener kok.”

“Tapi hati gue tulus, sayang sama lo.”

Perlahan, Bright mengusap lembut bagisan lutut Metawin yang memerah. Hingga si empunya meringis pelan.

“Bentar lagi, gue selesai kok sama Kyra. Gue cuma perlu tau siapa cowonya dia.”

“Tadinya, mau gue selesaiin semuanya cepet. Biar gue bisa fokus sama lo. Tapi kayanya ngga guna juga buat lo. Tenang aja, dua atau tiga hari lagi gue kasih tau nama cowok yang selalu kasih foto lo ke kyra.”

Ucapan Bright terjeda, Ia meniup pelan lutut Metawin. Sebisa mungkin Ia bantu untuk mengurangi rasa sakit akibat kebodohannya. Ia enggan menatap lawan bicaranya, terlalu sakit untuk bertatapan langsung dengan netra Metawin.

“Gue ngga pernah nginep di rumah Kyra, satu minggu kemarin. Siang gue sama Kyra, sorenya udah balik. Gue masih punya otak untuk jaga perasaan lo. Meskipun percuma juga akhirnya.”

“Oh iya, gue juga ngga pernah main seks sana sini kok. Terserah mau percaya atau ngga.”

Kini, Bright beranjak. Lalu mengusap air mata Metawin sekilas. Kemudian mundur beberapa langkah. “Makasih ya udah jagain gue di rumah sakit. Kalo mau pergi, pergi aja. Gue janji, ngga akan nyariin lo lagi pas sekarat.”

“Maaf kemarin kelamaan ninggalin. Terserah kalo misal lo ngga mau liat usaha gue, itu hak lo.”

Bright menarik nafasnya yang begitu sesak, lalu kembai menatap sekilas ke arah Metawin yang masih terisak dalam diam.

“Maaf ya. Sekali lagi, gue minta maaf. Makasih, Win. Makasih udah sayang sama gue.”

Dengan begitu, Bright keluar dari kamar Metawin. Mengakhiri semuanya, dengan kisah yang menggantung. Tidak, Bright tidak akan berhenti membongkar kebusukan Kyra demi Metawin.

Yang Ia hentikan hanya mengusik kehidupan Metawin. Ia berjanji, akan mundur dari hidup Metawin. Dengan cintanya yang masih belum selesai.

EXPLICIT CONTENT, 🔞, BxB, dirty words, unprotected sex, nipple play, blowjob, handjob, etc.

23.00

Derasnya hujan setia menemani dua insan yang tampak begitu nyaman dengan posisinya di atas ranjang. Ruangan yang gelap, hanya cahaya dari luar jendela yang menjadi satu-satunya penerangan kamar milik Bright malam ini.

Nafas keduanya masih terengah, setelah hampir 3 jam melakukan kegiatan panas yang mereka telah rencanakan sebelumnya. Metawin masih menutup kedua matanya, sembari mengatur deru nafas setelah digempur telak oleh pemuda tampan yang kini memeluk tubuhnya dari belakang.

Sedangkan Bright semakin memeluk pinggang ramping Metawin, mempertemukan dada bidang telanjangnya dengan punggung putih yang basah akan peluh. Bibirnya tak henti memberikan kecupan sensual disepanjang tengkuk hingga bahu telanjang milik Metawin.

Sadar akan aksi Bright yang semakin berani, memaksa Metawin membuka kedua matanya. Tangannya lantas mencengkeram lengan kekar yang melingkar di pinggangnya, melampiaskan sensasi nikmat kala Bright memberikan jilatan hangat di kulit lehernya.

“Capek?”

Gumam Bright, setelah berhasil kembali menindih tubuh ramping yang lebih muda. Metawin mendesah berat, sebelum melayangkan protes pada Bright yang kembali menyesap puting kanannya.

“Kak, nggak mau istirahat agak lamaan apa?”

Tanya Metawin sekenanya, akibat hisapan pada putingnya yang semakin melenyapkan warasnya.

Bukan jawaban yang Ia dapat, melainkan hisapan pada puting kiri yang baru saja Ia terima. Jujur saja, putingnya terasa perih karena terlalu sering dihisap bahkan diberikan gigitan kecil oleh Bright.

“Ahh udah, sakit— “

Mendengar kata terakhir yang Metawin ucapkan, membuat Bright refleks menjauhkan bibirnya dari dada sang pujaan. Ia lantas menatap wajah Metawin dari atas, tangannya terulur mengusap peluh yang membasahi kening pemuda di bawahnya.

“Maaf, sakit banget?”

Metawin menggeleng sesaat, kemudian mengalungkan kedua tangannya pada leher Bright.

“Perih aja, nanti jangan dipegang dulu ya.”

Bisik Metawin, setelah menarik tubuh Bright untuk kembali masuk dalam pelukannya. Ia kecup sekilas pipi Bright, kemudian beralih mengecup bahu bidangnya.

Sementara Bright mengangguk dan Ia lanjutkan dengan memberikan kecupan lembut pada seluruh sisi wajah manis di bawahnya. Hatinya menghangat, saat Metawin mengecup bibirnya dengan lembut. Terlebih saat jari-jari lentiknya menyisir pelan surai yang nyaris menutupi mata Bright.

“Masih kuat? Kalo udah capek banget, tidur aja ya?”

Nyatanya, pilihan yang Bright berikan pada Metawin tak sepenuhnya berlaku. Bahkan dirinya sendiri yang mematahkan rencana gilanya untuk menikmati tubuh sang pujaan semalaman penuh.

Bright tidak setega itu untuk melanjutkan kegiatan panasnya, jika pemuda di bawahnya tak lagi bertenaga. Namun sebelum Bright menjatuhkan tubuhnya ke samping, tangan Metawin lebih dulu menahannya.

“Katanya sampai besok pagi? Udah mau jam 12 juga, kalo mau lanjut, ayo aja.”

Ujar Metawin meyakinkan Bright untuk melanjutkan kegiatan yang entah kapan akan berakhir. Namun Bright tidak serta merta menuruti permintaan Metawin. Ia khawatir jika tubuh bagian bawah Metawin akan terasa sakit setelahnya.

Bright mengecup kening Metawin cukup lama. Kemudian turun pada bibir yang terlihat sedikit bengkak, Ia kecup sekilas, lalu beralih menatap manik cantik milik sang pujaan hati.

“Tadi yang pertama kasar banget ya?”

“Sedikit, but its okay.”

Metawin menggeleng seraya menangkup kedua pipi Bright. Manis, sangat manis. Perlakuan Bright selalu terasa manis untuk Metawin. Tidak hanya di luar, saat bercinta pun Bright selalu memperlakukan Metawin dengan sangat lembut. Bahkan setelah kelepasan menggempur Metawin dengan sedikit kasar, Bright senantiasa meminta maaf.

“Lanjut ya? Kan udah janji akunya sama kamu kemarin.”

Ujar Metawin menyadarkan Bright yang sempat melamun sesaat.

“Sekali lagi ya? Abis itu udahan, kasian badan kamu.”

“Iya sayanggg.”

Mendapat lampu hijau dari sang kekasih, Bright lantas melanjutkan aksinya. Pelukan pada tubuh Metawin pun perlahan merenggang, menciptakan jarak diantara tubuh mereka.

Selimut yang sempat menutupi tubuh mereka, ikut disingkirkan oleh kaki Bright. Wajah Bright berangsur turun dan mengecup singkat area leher, dada, hingga perut Metawin yang membentuk otot samar-samar.

Nafas Metawin kembali sesak, saat wajah Bright semakin dekat dengan kejantanannya yang masih tegang meski telah melewati 3 kali pelepasan. Ia enggan menatap ke bawah, takut kewarasannya semakin hilang jika menyaksikan langsung kegiatan Bright di bawah sana.

“Ahh kak!”

Pekik Metawin setelah Bright meremas pelan bongkahan sintal milik Metawin. Jari tengah Bright pun semakin berani menyentuh lubang yang kembali berkedut meski telah digempur berulang kali.

“Kak, bentar. Sini dulu,”

Ujar Metawin menghentikan gerakan Bright yang baru saja akan melesakkan jari tengahnya ke dalam lubang hangatnya.

Bright merangkak, mendekati wajah manis kekasihnya. Ia kecup lagi bibir manis Metawin sebelum menatapnya.

“Kenapa sayang?”

“Gantian. Aku yang di atas, boleh?”

Tanya Metawin dengan ragu. Tatapan Bright sontak membulat sesaat, namun cepat-cepat Ia netralkan ekspresinya.

“Boleh??”

Metawin kembali menanyakan ijin untuk mengambil alih permainan selanjutnya. Bright pun mengangguk, lalu menjatuhkan diri ke samping seraya menarik tubuh Metawin untuk naik ka atasnya.

Setelah tubuhnya duduk sempurna di atas yang lebih tua, Metawin menatap Bright sesaat. Mendadak pipinya memanas saat Bright tersenyum ke arahnya.

“Jangan kaget ya.”

Ujar Metawin yang dilanjutkan dengan memundurkan posisi duduknya hingga pipi pantatnya bersinggungan langsung dengan penis Bright.

Si empunya menggeram, saat tangan Metawin mulai mengocok pelan kebanggaan kekasihnya. Tak kuasa menahan nikmat kala kejantanannya dimanjakan tangan lembut Metawin, membuat Bright memejam erat matanya.

“Aahh enak Ta— mhh...”

Belum sampai satu menit, lagi dan lagi, Bright harus menahan nafasnya akibat Metawin yang tiba-tiba meraup bagian kepala penisnya tanpa persetujuan si pemiliknya.

Metawin hanya mendiamkan ujung penis Bright setelah bertemu dengan rongga mulutnya. Lidahnya tak berhenti bekerja memanjakan lubang penis seniornya di dalam sana. Sesekali Ia hisap pelan yang semakin merenggut kewarasan Bright yang nyaris tak tersisa.

“Mhh masukin semua, sayang...”

Titah Bright lembut, seraya mendorong pelan kepala Metawin untuk memperdalam masuk penisnya. Sayang, Metawin menggeleng sambil melepas kepala penis itu dari mulutnya.

“Aku mau main-main bentar, belum pernah lihat aku yang versi binal kan?”

DEG

Bright tercenung mendengar ucapan pemuda yang berlutut di antara dua pahanya. Binal, kata yang tak pernah Bright bayangkan bahwa kekasihnya akan begitu lihai dalam hal bercinta.

“Ahh—”

Pekik Bright tiba-tiba. Remasan nakal pada penisnya seakan menyadarkan lamunannya. Tangan Metawin kembali beraksi naik dan turun, memberikan kocokan dengan tempo sedang namun berhasil membuat Bright mulai gila.

Tangan cantik Metawin semakin bergerak liar memanjakan benda panjang favoritnya. Atmosfer sekitar semakin panas, bersamaan dengan kejantanan Bright kembali masuk ke dalam rongga mulut Metawin.

Bright semakin tak sanggup melakukan apapun, selain menahan lenguhan dan menutup mata seraya menengadah. Gigitan pada bibir bawahnya menjadi satu-satunya yang bisa Ia lakukan saat kepala Metawin mulai bergerak naik dan turun, mengulum kebanggaannya.

“Ta ahh— shit pelan, sayang ahhh!”

Bright kembali mendesah panjang setelag Metawin melakukan hal gila yang tidak pernah Ia lakukan sebelumnya. Deep throat. Pertama kali Bright merasakan, pertama kali pula akalnya seolah menghilang sempurna.

Sementara Metawin melirik sekilas ke arah sang kekasih yang terlihat meremas kasar surainya sendiri. Ia tau, yang Ia lakukan berhasil memberikan kenikmatan luar biasa untuk tubuh Bright. Kepalanya masih bergerak tiada henti, masih mengulum nikmat benda keras nan panas yang menjadi kesukaannya.

Dalam hati, Metawin terus menerus memuji ukuran penis kekasihnya. Ukuran yang nyaris merobek mulut dan lubang analnya. Namun, terasa begitu nikmat ketika penis itu mengoyak lubang senggamanya yang semakin berkedut membayangkan.

Bright semakin gila. Warasnya semakin menipis. Lenguhannya terus Ia tahan, membiarkan penisnya dihabisi oleh yang lebih muda. Nikmat, luar biasa nikmat. Penisnya terasa kian membesar di dalam mulut Metawin, seakan siap mengeluarkan kehangatan detik ini juga.

“Ta, udah ahh— udah yanghh enghhh”

Yang diminta pun menurut, dikeluarkannya penis tegang tersebut dari mulutnya. Ia tarik perlahan, namun tak sepenuhnya lepas. Metawin bermain sebentar dengan kepala penis Bright untuk Ia sesap sekali, kemudian Ia kecup seluruh bagian penis yang kini terlihat lebih besar.

PWAH

Atensinya masih menatap benda keras, panjang, dan penuh urat di hadapannya. Seolah bangga dengan hasil kerjanya, hingga penis Bright terlihat basah akibat kulumannya tadi.

Ditatap tanpa berkedip, membuat penis Bright bergerak malu-malu. Tangan Metawin terulur menyentuh penis itu lagi, Ia genggam dengan hati-hati seraya menatap raut wajah Bright yang lagi-lagi menahan nafasnya.

“Are you okay with dirty words?”

Tanya Metawin seiring dengan jemarinya yang memainkan bola kembar kekasihnya. Sungguh, Bright merasa kian tersiksa dengan segala serangan pada tubuhnya.

“I love this long fatty dick more than anything. The only kontol I love the most.”

Bright mematung. Mata yang sebelumnya memejam, sontak terbuka menatap penuh kejut ke arah Metawin yang masih terus mengusapkan kepala penisnya ke seluruh wajahnya. Tak peduli wajah Bright yang semakin memerah.

“Ta,”

“Hm?”

Gumam Metawin tanpa menghentikan aksinya mengusap wajahnya dengan penis tegang yang terasa begitu keras dalam genggamannya. Ah, Metawin begitu merindukan kegiatan memuja kejantanan Bright seperti ini. Masa bodo dengan dirinya yang terlihat seperti jalang,

“Suka banget?”

“Suka apanya? Kamu atau kontol kamu?”

Lagi dan lagi, Bright dibuat kelabakan sendiri akibat ucapan kotor Metawin namun dengan wajah begitu polos. Semakin tak tahan dengan serangan bertubi-tubi, Bright segera menegakkan tubuh dan sigap menarik kedua tangan Metawin untuk kembali duduk di atas pangkuannya.

“Aku lupa kalo pacar ku nakal banget. Pelan-pelan, aku masih suka kaget, sayang.”

Ujar Bright membuat Metawin terkekeh. Keduanya kembali menyatukan ranum masing-masing, kembali melumat bilah bibir yang terasa semakin manis.

Tangan Bright tak tinggal diam, perlahan Ia tarik kain terakhir yang membungkus pusat kenikmatan Metawin. Sedangkan si empunya otomatis ikut mengangkat sedikit tubunya untuk mempermudah pekerjaan Bright.

“Akhh, pelanhh...”

Lenguh Metawin saat jemari Bright melebarkan belahan sintal dan berusaha menemukan lubang yang Ia rindukan kenikmatannya.

“It's already wet, hm?”

“Padahal aku yang dimainin kontolnya dari tadi, kenapa lubang kamu yang basah?”

Shit!

Metawin menggeram dalam hati, tak menyangka keseksian Bright akan semakin bertambah saat bibirnya berucap kotor.

“Aku merinding denger kamu ngomong gitu. Ini aku jahat gak sih, ngajarin kamu ngomong kotor?”

Sementara Bright tersenyum menatap si manis yang semakin erat memeluknya, akibat pintu masuk analnya tengah digoda habis-habisan oleh jari tengah Bright.

Merasa pertanyaan yang dilontarkan tak terjawab, Metawin lantas menjilat sekilas perpotongan leher Bright yang terlihat merah. Sepertinya Metawin kalah cepat dengan 2 jari yang berhasil lolos ke dalam analnya.

Lenguhannya tertahan oleh bibir Bright yang tiba-tiba membungkam ranumnya. Gerakan jemarin Bright di dalam sana semakin menggila. Meskipun penis Bright telah mengeluarkan putih di dalam analnya, tubuh Metawin masih tersentak saat jari Bright mengerjainya.

“Ah! Ah! Ahhh— yanghh ah!”

Desahan keras akhirnya lolos setelah Bright mengakhiri pagutannya. Ia beralih menatap Metawin dari bawah, menikmati hangat lubang senggama yang menjepit 2 jarinya serta wajah sang kekasih diselimuti kabut nafsu yang begitu pekat.

“Kenapa kalo aku ngomong kotor? Hm? Suka nggak?”

“Akhh sukaaa— ah! there nghh lagihh”

“Iya ah! ah! disituhhh enak banget sayangg mhh”

Desahan demi desahan terus dilantunkan oleh bilah bibir si manis, seakan menjelma menjadi sosok binal yang terus menggoda Bright di bawahnya. Bright menyukainya, sekeras apapun desahan Metawin, akan tetap terdengar merdu baginya.

“Ahhh hah hah kenapa berhenti??”

Matanya membulat heran saat lubangnya mendadak kosong. Bright menarik jarinya keluar, tanpa aba-aba meninggalkan lubang indah favoritnya.

“Masukin sendiri. Gerak sendiri. Tadi udah 2 kali, aku yang gerak. Gantian ya?”

Ujar Bright dengan senyum miringnya. Metawin lagi-lagi merinding dibuatnya, terlebih ketika Ia menyadari tatapan Bright yang semakin penuh nafsu tengah menatap tubuhnya.

Tubuh keduanya sama-sama polos, tak terlindungi kain satupun. Metawin pun tak ambil pusing dengan permintaan Bright untuk menungganginya.

Tangannya lantas menggenggam kejantanan Bright yang semakin tegang. Ia kocok sebentar, seraya mengangkat tubuhnya dan mengarahkan penis itu tepat di depan lubangnya.

BLESSS

Kali ini Metawin tidak kesulitan saat memasukkan ke dalam analnya, mengingat Bright telah mengeluarkan spermanya di dalam sebanyak 2 kali. Namun tetap saja, baik Bright maupun Metawin tetap tersentak dan saling memejamkan mata.

Setelah beberapa detik, Metawin perlahan bergerak. Tubuhnya perlahan naik dan turun, persis seperti seseorang yang tengah menunggangi kuda pacu. Kedua tangannya bertumpu pada pundak kekar Bright, sesekali meraba puting keras miliknya sendiri.

“Ah! Ah! Ah! Aghh! Enak banget— mhh sayanghh ah! ah!”

“Shit, your hole!”

Bright semakin gila. Penisnya terasa semakin gila akibat jepitan kuat lubang senggama kekasihnya. Pun dengan Metawin yang tak kuasa menahan kenikmatan tiada tara saat penis tegang Bright semakin keras menghujam titik terdalamnya.

Prostatnya terus merasakan tumbukan nikmat oleh ujung penis Bright. Persetan dengan pandangan Bright yang akan menganggapnya sangat liar saat bercinta. Tubuhnya kian lincah, memompa tanpa henti di atas paha Bright.

Suara tamparan pertemuan antar kulit semakin terdengar jelas, mengisi seluruh sudut ruangan apartemen Bright. Metawin bergerak begitu liar, penuh nafsu, tampak sangat binal bak jalang profesional.

“Pacar ku pinter ahh, Ta— jangan diketatin, sayang mhh.”

“Enak sayang? Suka banget dimasukin kontol? Hm?”

Ditanya demikian, justru membuat Metawin tak karuan di atas Bright. Apalagi saat tangan besar Bright menyentuh pinggulnya, mengusap lembut sepanjang pinggang hingga paha Metawin.

“Ahh! Enak bangethh mhh ah! ah! ah! kontolnya makin— mhh besar akh!”

Sahut Metawin diiringi lenguhan kotornya. Tanpa sadar, tangan kirinya menarik wajah Bright untuk mendekati dada padatnya. Ia lantas meminta Bright memanjakan kedua putingnya, meski sebelumnya Ia sendiri yang mengeluh sakit di bagian putingnya.

Siapa juga yang akan menolak, jika diberi kenikmatan berkali lipat?

Bibir Bright dengan senang hati menyambut puting bengkak ke dalam mulutnya. Lidahnya bekerja membasahi noktah yang terasa kian mengeras. Kemudian hisap, gigit pelan, dan hisap lagi.

“Oh shit! Almost there ahh! Ah! Ah! Brighthh ahh”

“Sama-sama sayang!”

Metawin mendadak pusing. Puting, lubang anal serta penisnya diberi kenikmatan secara bersamaan. Selalu seperti ini, Bright tak akan mengijinkan Metawin untuk waras barang sedetik ketika mendekati puncak.

Keduanya saling memeluk erat, seiring dengan kocokan Bright pada penis Metawin semakin cepat. Pun dengan hujaman penis Bright di dalam lubangnya semakin gila.

“AKHH! TA, SAYANG AHHHHH...”

Bright sampai terlebih dahulu, kemudian disusul Metawin yang langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Bright. Pelepasan ke 5 untuk Bright dan juga Metawin.

“Sayang? Pindah kamar ya? Aku bersihin dulu kamunya.”

Metawin menggeleng lemah di leher kekasihnya. Bibirnya tak sanggup menjawab, Ia terlalu lelah.

“Aku gendong ke kamar ya? Bobo aja, nanti aku bersihin kalo udah sampe kamar. Mau ya?”

“Pantat ku sakit...”

Ujar Metawin begitu lirih, nyaris tak terdengar namun berhasil memancing kekhawatiran yang lebih tua.

“Aku gendong ke kamar. Jangan banyak gerak, nanti abis aku bersihin, dipakein salep ya.”

Bright segera mengangkat tubuh ramping Metawin menuju kamar pribadinya. Setelahnya, Ia mempersiapkan keperluan untuk membersihkan tubuh sang kekasih yang terkulai lemah di atas ranjang.

Namun, dibalik rasa lelah dan kantuk yang perlahan hinggap, Metawin tersenyum. Hatinya kembali hangat, aftercare yang tidak pernah Ia dapatkan. Akhirnya bisa Ia rasakan, kedua kalinya.

Saat pertama, usai bercinta dengan Bright dan yang kedua pun usai bercinta panas dengan Bright.

Masih dan akan selalu Bright...


Schreiben_ / 250921

Satu tahun berlalu pasca malam itu. Malam saat segalanya berakhir, tanpa kesempatan untuk memperbaiki. Malam saat dua hati yang mencoba segala cara untuk bersatu, namun tak satupun berhasil.

Malam saat salah satu pihak menyerah. Melepas semua yang selama ini mati-matian Ia usahakan kembali.

Malam saat Metawin kehilang semua hal. Hal yang nyatanya tak lagi bersama dengan dirinya sejak empat tahun silam. Meski berat, Ia tak punya pilihan selain mengalah.

Mengalah demi menghindari sakit yang kian menyiksa diantara dirinya dan sang mantan suami.

Satu tahun, Metawin rasa cukup untuk menyembuhkan hati sekaligus batinnya yang kian rapuh. Rapuh? Entah, rapuh saja tak cukup untuk menggambarkan keadaan Metawin maupun Bright.

Selama satu tahun, Metawin benar-benar hidup berdampingan dengan kesengsaraan batin yang luar biasa menyiksa. Seolah kembali pada masa dirinya usai bercerai dengan Bright. Kembali menyembuhkan, memulihkan segalanya yang bahkan belum pulih seutuhnya namun harus kembali sakit.

Selama satu tahun pula, Bright berjuang mempertahankan hidupnya. Melawan penyakit yang bersarang menyiksa di jantungnya, akibat keputusan bodohnya setelah bercerai dengan Metawin. Nyatanya, apa yang Ia bayangkan tak sesuai dengan hasil akhir perjuangannya. Semuanya berjalan di luar kendali. Bright pun kembali rapuh.

Mempertaruhkan nyawa selama satu tahun, demi mewujudkan harapan terakhirnya, menemani Kai hingga tumbuh dewasa. Perjuangan yang tak mudah, segala macam pahit dan manis kehidupan perlahan Ia arungi seorang diri.

Demi Kai, Ia usahakan segala hal yang mungkin terjadi. Tak peduli serumit apapun caranya, tak peduli sekecil apapun kemungkinannya. Bright hanya ingin menghujani anak semata wayangnya dengan tulusnya kasih sayang serta cinta yang tiada akhir.

Perjalanan Bright maupun Metawin tak luput dari air mata yang seolah tak ada habisnya pasca malam itu. Sakit yang harus mereka sembuhkan seorang diri tanpa melibatkan siapapun pada setiap prosesnya.

Hingga akhirnya, baik Bright maupun Metawin sampai di ujung jalan, siap menemui puncak bahagia dalam hidupnya. Keyakinan masing-masing bahwa bahagia akan senantiasa menghampiri suatu saat nanti.

Hari itu pun tiba, menyambut Bright yang telah menyandang status pengusaha terkaya pada usia muda. Bangkitnya pria tampan itu dari segala keterpurukan yang menguburnya bersama penyesalan. Bahkan sempat terbesit untuk menyerah yang kesekian kalinya. Namun, kehadiran Kraisee Chivaaree selalu berhasil menuntunnya untuk kembali bangkit.

Hari yang sama pun telah menghampiri Metawin. Menjadi pemimpin perusahaan keluarganya sendiri, menggantikan ayah kandungnya pada posisi tertinggi. Usai melewati segala macam cara demi memulihkan trauma dan kegundahan hati, Metawin berhasil mendapatkan kembali kebahagiaannya bersama sang anak.

Ya, baik Bright maupun Metawin memutuskan untuk mengakhiri segalanya sejak malam itu. Tak lagi sama seperti sebelumnya, keduanya tak saling bertemu selama satu tahun penuh. Bahkan tak saling bertutur sapa, menjadikan semuanya terasa asing.

Meski dalam hati masing-masing, masih selalu terbesit doa untuk satu sama lain.


Satu tahun berlalu.

Berlalu pula masa lalu kelam yang terjadi pada kehidupan masing-masing. Bright maupun Metawin, telah kembali. Kembali menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Melupakan kegelapan pada masa lampau. Memaafkan segala kesalahan yang pernah terjadi di kehidupan masa lalu.

Metawin tak pernah sekalipun menyesal pernah hidup bersama dengan sosok tampan itu, ayah dari anak sematawayangnya. Pun dengan Bright, yang selalu menganggap bahwa Metawin tetap menjadi bagian terindah dari kehidupannya selama ini.

Baginya, tak akan ada masa depan yang indah tanpa masa lalu. Entah seburuk dan segelap apapun masa lalu, banyak pelajaran yang bisa keduanya petik untuk masa depan. Pelajaran yang mereka harap dapat membawa kehidupan masing-masing pada puncak kebahagiaan.


Satu tahun milik Bright, penuh duri dalam hidupnya.

Penuh rasa sakit. Fisik maupun psikisnya. Perjuangannya tak pernah mudah. Melawan segalanya seorang diri.

Jika diceritakan tentang satu tahun ini, mungkin akan terbayang sakitnya. Pengobatan yang harus berhenti beberapa kali karena tak memberikan efek menyembuhkan. Bright lelah, hingga menyalahkan segala jenis obat yang diberikan padanya. Menganggap semua usahanya sia-sia, hanya membuang waktu.

Namun kenyataannya, bukan metode pengobatannya yang salah. Justru kondisi psikologisnya yang seolah menghambat. Berbagai macam obat telah Ia konsumsi, tak satupun yang berhasil karena kondisi mental yang tak stabil.

Kata orang, sebanyak apapun obat yang masuk ke tubuh manusia, akan lambat bekerja jika psikologis manusia itu ikut sakit. Atau,

Stress berat, trauma, mental yang kurang stabil dapat memicu penyakit yang sudah ada, untuk semakin ganas. Entah itu benar atau hanya mitos, nyatanya, itu terjadi pada Bright.

Keputusan kedua orangtua Bright untuk membawanya pada Psikiater tak pernah salah. Hampir 4 bulan Ia menjalani pengobatan yang khusus untuk kesehatan jiwanya. Hampir 4 bulan pula, Bright belajar untuk berdamai dengan situasinya saat ini. Berdamai dengan masa lalu yang turut merusak kehidupannya. Berdamai dengan rasa penyesalan yang masih saja mengusik pikirannya.

Hingga 4 bulan berakhir, Bright kembali fokus menyembuhkan sakit pada fisiknya. Hasilnya? Berhasil, Bright sembuh. Ketika psikologisnya mulai stabil, kesehatan raganya pun ikut membaik. Bahkan 2 minggu yang lalu, Dokter menyatakan bahwa Bright tidak lagi membutuhkan obat-obatan.

Bright, berhasil mengakhiri masa kelamnya.


Sementara satu tahun milik Metawin, tak jauh berbeda.

Satu tahun pasca hari itu. Metawin terpuruk. Terpuruk untuk kedua kalinya setelah bercerai.

Luka yang belum sepenuhnya sembuh, harus kembali dihujam belati tajam hingga tak berbentuk. Jangan tanyakan bagaimana Mentalnya. Psikologisnya sudah cukup tidak stabil pasca perceraian, atau bahkan sebelumnya...

Seharusnya Ia terbiasa. Nyatanya, Metawin tak cukup kuat untuk kembali jatuh ke dalam jurang terdalam di hidupnya. Tanpa Ia tau, jalannya harus kembali pada arah yang sama. Tanpa Ia sadari, kegundahan hati dalam memilih akan membawanya kembali pada sakit yang sama. Kembali pada perpisahan, setelah usaha yang Ia lakukan untuk memperbaiki.

Metawin teramat hancur. Hingga tak mampu menjadi pegangan bagi sang anak. Ia terlalu rapuh untuk mengasuh Kai seorang diri. Jika tak ada Gulf, sosok yang nyatanya selalu ada untuk Metawin, entah akan seperti apa kisah hidup Metawin. Meski tak banyak yang Gulf lakukan, Metawin tetap berucap ribuan terima kasih untuknya.

Selama hampir 6 bulan, Gulf yang mengambil alih tugas Metawin dalam mengasuh Kai. Beruntung bagi Gulf, sang anak sambungnya tak pernah menyulitkan posisinya selama ini. Sesekali Gulf meminta Kai untuk menginap beberapa hari di tempat tinggalnya. Tak ada maksud lain, Gulf hanya memberikan waktu sendiri untuk Metawin.

Meski Gulf memberikan beberapa hari untuk Metawin tanpa Kai, Ia tak sedikitpun lepas pengawasan dari pria manis itu. Tak ingin terjadi sesuatu yang lebih mengerikan. Gulf selalu memperhatikan Metawin, baik secara langsung maupun tidak. Apakah Gulf pamrih? Jawabannya, tidak.

Ia tak berharap diberikan balasan dalam bentuk apapun dari Metawin dan keluarganya. Gulf sepenuh hati membantu Metawin. Tulusnya selalu Ia berikan untuk Metawin dan Kai. Ia tak peduli tentang dirinya sendiri.

Kebahagiaan Metawin dan Kai, adalah tujuan Gulf saat ini.


Hingga hari ini tiba. Pertama kali setelah satu tahun.

Bukan lagi sebuah rencana maupun wacana. Semuanya akan terjadi secara nyata hari ini. Bertemu kembali, dalam kebahagiaan. Pertemuan pertama setelah berhasil menyembuhkan diri masing-masing. Pertemuan pertama setelah keduanya menjadi pribadi yang jauh lebih baik.

“PAPA!”

Pekik bocah laki-laki kala netranya bertemu dengan sosok pria berpakaian rapih, khas orang penting suatu perusahaan.

Tak mau kalah antusias dengan sang anak, Bright senantiasa merentangkan kedua tangan untuk menyambut tubuh bocah laki-laki yang kini menginjak usia 5 tahun.

“Papa, I miss you.”

Ucap Kai saat tubuhnya menabrak sempurna pada tubuh kekar sang papa yang kini memeluknya begitu erat. Bright mengangguk, seraya mengusap lembut punggung Kai tiada henti. Rindunya tak kalah besar dari sang anak. Satu tahun tak bertemu, nyatanya teramat menyiksa batin Bright. Ia sangat merindukan Kai dalam pelukannya.

Semua rasa rindunya, terbayar lunas hari ini. Rindu yang tersampaikan melalui pelukan erat satu sama lain. Mengabaikan beberapa pasang mata yang ikut terharu melihat seorang anak memeluk erat leher ayah kandungnya yang lain. Kai tak peduli, Ia terus mengecupi seluruh sisi wajah tampan sang papa.

“I miss you too, sayang. Papa minta maaf karena baru bisa ketemu Kai sekarang. Maaf ya, papa is so sorry. “

Tanpa sadar, bulir bening jatuh dari mata indah Bright usai mengatakan permintaan maafnya pada sang anak. Bukan hanya Bright, Kai seolah mengerti isi hati pria yang memeluknya, hingga membuatnya turut menjatuhkan air mata.

Kai kembali memeluk erat Bright. Wajah mungil Kai bersembunyi nyaman pada perpotongan leher papanya. Hingga Bright sadar akan sesuatu. Kai tak mungkin datang sendiri. Lantas, atensinya terangkat pada satu sosok manis yang berdiri gugup di hadapannya.

“Hai.”

“H-hai ... Mas.”

Tidak, gugupnya Metawin tak lagi sama seperti dulu. Ia hanya gugup karena cukup lama tak bertemu dengan mantan suaminya. Tak bertemu cukup lama, namun masih sering mendengar kabarnya melalui beberapa media yang memberitakan kesuksesan pria tampan tersebut.

“Mau peluk?”

—as a friend and Kai's parents. “ Lanjut Bright setelah menyadari raut terkejut Metawin.

Namun sepersekian detik kemudian, Ia merasakan tubuh Metawin sudah berada dalam pelukannya bersama dengan Kai yang masih dalam gendongannya.

Sangat erat. Seolah rindunya begitu berat.

You did well, Meta. “

Bisik Bright tepat di samping indera pendengar Metawin. Si empunya pun tersenyum begitu manis sebelum melepas pelukan. Kini, keduanya saling melempar senyum penuh arti.

Bright bahagia, begitu juga dengan Metawin. Bahagia karena kembali bertemu, dengan Kai yang berada di tengah mereka. Bahagia karena keduanya berhasil menyembuhkan diri masing-masing.

Meski tak ada lagi cinta yang sama. Segalanya terasa berbeda. Bahagia, namun bukan karena cinta yang kembali merekah merah. Bright dan Metawin, merasa jalan yang mereka pilih adalah yang terbaik. Bahagia, tak harus saling memiliki. Namun keduanya tetap saling ada untuk Kai, anak sematawayang.

Status. Memutuskan memilih berjalan sendiri, pada jalan yang masing-masing pilih untuk menuju bahagia. Bahagia dengan caranya sendiri. Serta memutuskan untuk co-parenting.

Bahagia yang mereka ciptakan dengan alurnya masing-masing. Seperti Bright yang karirnya semakin meroket. Serta Metawin yang juga sukses dalam dunia bisnis dan telah resmi menikah dengan Gulf.

“Gulf mana, Ta?”

“Ada di mobil. Gak mau turun, takut ganggu katanya.”

Keduanya tertawa ringan sembari menemani Kai yang tengah asik menikmati es krim vanilla di tangannya. Suasana yang jauh dari bayangan Metawin. Pertemuannya dengan Bright berlangsung begitu hangat. Tak ada rasa canggung, pun tak ada rasa takut akn teringat masa lalu.

Semuanya berjalan begitu tenang. Layaknya bertemu sahabat yang terpisah cukup lama. Bersyukur? Tentu saja. Bright dan Metawin sangat menikmati yang mereka dapat saat ini. Bisa kembali mengasuh Kai bersama adalah hal yang paling membahagiakan.

“Itu Daddy!”

Pekik Kai saat menangkap kehadiran pria tampan lainnya yang semakin mendekat.

“Bright. Apa kabar?”

Bright sontak berdiri dari duduknya, menyambut sapaan hangat dari Gulf. Keduanya juga saling memeluk singkat. Begitu tenang, tidak tersirat rasa canggung.

“Baik. Sangat baik, kamu apa kabar? Gulf, si CEO sukses.”

Sontak ketiga pria dewasa tersebut terbahak bersamaan. Gulf menggeleng sambil menepuk pundah Bright.

“Saya belum ada apa-apanya dibandingkan, Mr. Bright, CEO beberapa brand besar.”

Ah, seperti ini candaan para pembisnis sukses saat bertemu. Metawin terus menggeleng geli melihat percakapan Bright dan suaminya. Hatinya begitu hangat, sama seperti atmosfer sekelilingnya.

“Ah, saya lupa. Saya minta maaf, tidak bisa hadir di acara pernikahan kalian beberapa bulan yang lalu. Tapi sungguh, Gulf, saya ingin datang. Hanya saja, pengobatan saya yang terakhir bertepatan dengan tanggal kalian menikah.”

Gulf sempat melirik Metawin sejenak, sebelum menanggapi permintaan maaf Bright.

“Its okay, Bright. Saya dan Meta paham dengan kondisi kamu saat itu. Jangan minta maaf, ok?”

“Ck, kalian gak bisa ya, ngomongnya jangan formal gini? Aku ngerasa kayak lagi rapat sama petinggi negara.”

Tawa Bright dan Gulf kembali pecah setelah ucapan Metawin yang protes akibat gaya bahasa antara Bright dan Gulf.

“Belum biasa, Ta. Nanti dibiasakan setelah kerja sama perusahaan.”

Hah, tetap saja bisnis. Batin Metawin.

“Meta belum hamil lagi?” Tanya Bright tiba-tiba.

Kemudian Metawin menggeleng pelan seraya bibir tebalnya yang perlahan mengerucut.

“Mas Gulf masih takut aku belum sepenuhnya stabil. Padahal aku udah siap juga. Kasih tau tuh temen bisnis kamu.”

“Gak mau ah. Aku dukung Gulf, biar bisnis lancar. Tapi kalo kalian punya anak ... Aku boleh ikut anggap dia sebagai anak aku juga? Aku mau ajak liburan Kai sama adiknya nanti.”

Gulf dan Metawin saling melempar senyum tulus. Tak menyangka jika Bright akan meminta demikian.

“Tanpa kamu minta pun, aku sama Mas Gulf memang berniat kenalin kamu sebagai ayahnya yang lain juga, Mas. No need to worry, adiknya Kai berarti anak kamu juga.”

Tak ada yang bisa menjelaskan rasa bahagia yang membuncah dari diri Bright maupun Metawin, bahkan Gulf juga ikut merasa bahagia yang teramat besar.

Seolah kisah kelamnya telah berakhir. Tergantikan dengan kisah yang jauh lebih indah. Semuanya telah berakhir. Sakit dan luka tak lagi dirasakan. Menyisakan harapan akan kebahagiaan yang berlimpah untuk saat ini dan seterusnya.

Bersamaan pula dengan berakhirnya kisah hidup Bright dan Metawin dalam Still Universe.

Terima kasih telah mengikuti jalan panjang Bright dan Metawin. Penuh liku dan duri. Penuh amarah serta tangis. Berharap ada satu atau dua hal yang bisa dijadikan pelajaran kehidupan.


Still by Schreiben_, is officialy end.

06/09/21.

That night

🔞🔞🔞, BxB, Vanilla Sex, Unprotected sex, Nipple play, Fingering, Blowjob, Handjob, Kissing. BE WISE READER.

Derit pintu perlahan mengalihkan perhatian salah satu pemuda tampan yang tengah fokus menatap layar ponsel, sembari merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran cukup besar. Alih-alih kembali menatap benda pipih, Bright justru melirik ke arah sang kekasih yang baru saja menginjakkan kaki di kamar dengan nuansa serba abu-abu.

Merasa aneh dengan sikap kekasihnya yang berjalan lurus melewatinya begitu saja, membuat Bright mengerutkan kening seraya menegakkan tubuhnya bersandar pada headboard.

Salah tingkah, hal pertama yang muncul dalam kepala Bright. Bahkan sudah hampir 15 menit, tak satu kata pun keluar dari bibir sang kekasih. Keisengan Bright pun muncul tanpa diminta. Ia beranjak dari tempat tidur milik Metawin dan segera mendekat ke arah sasaran yang saat ini terlihat mencari kesibukan demi mengalihkan rasa gugupnya.

“Mau ngomong apa tadi?”

Metawin terkesiap saat suara bariton milik Bright tiba-tiba menyapa pendengarannya. Ia tak sadar sejak kapan Bright berdiri di sampingnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya.

“Mending tidur, daripada isengin aku.” Ujar Metawin santai.

Lantas kekehan Bright lolos saat menangkap raut merah padam pada wajah pemuda di hadapannya. “Bener mau?”

“Diem,”

“Aku tanya sekali lagi nih. Beneran mau, Ta?”

Seolah memikirkan sesuatu yang cukup rumit, Metawin tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ia justru beranjak meninggalkan Bright di depan lemari pakaian miliknya.

Metawin memberanikan diri menatap netra kekasihnya, terlihat lingkaran hitam tercetak jelas di sana. Tentu saja niat Metawin luruh begitu saja saat melihat betapa lelahnya Bright setelah padatnya kegiatan hari ini.

“Ditanya diem aja kan.” Ujar Bright seraya menyentuh lembut pipi kanannya.

Katakanlah Bright tak peduli dengan rasa lelah pada tubuhnya hari ini. Dengan gerakan cepat, kedua tangannya perlahan mendorong tubuh sang kekasih hingga telentang kaku di bawahnya. Metawin yang terkejut akibat serangan tiba-tiba dari Bright, hanya mampu membulatkan mata seiring dengan nafasnya yang perlahan tercekat.

“Ini— ngapain. Besok ada rap— mmh”

Ucapan Metawin terputus setelah bibir Bright membungkam telak bibir sintal miliknya. Masih terkejut dengan kejadian yang begitu cepat, mengakibat Metawin tak tau apa yang harus Ia lakukan selain memejamkan kedua matanya serta mengeratkan remasannya pada kedua pundak sang kekasih.

Hanya sekadar lumatan ringan penuh kehangatan satu sama lain. Bright masih ingin menikmati benda lembut itu, merasakan nikmat yang pada bibir sintal Metawin. Merasa tak mendapat balasan, satu gigitan kecil berhasil membuka belah bibir milik kekasihnya.

Keduanya terlibat lumatan penuh kelembutan yang perlahan menjadi pagutan panas. Bahkan Metawin tanpa sadar telah melingkarkan kedua tangannya pada tengkuk Bright. Keduanya saling memperdalam, menyalurkan panas yang berkobar dalam tubuh masing-masing. Pendingin ruangan pun tak berhasil menurunkan tensi panas yang menguar di dalam kamar Metawin malam ini.

Suara kecipak penuh nista perlahan menggema, memecah keheningan malam tempat tinggal yang lebih muda. Tangan kanan Bright bergerak mengusap lembut pada bagian leher putih sang kekasih. Perlahan turun memisahkan satu per satu kancing piyama hitam yang Metawin kenakan. Sedangkan tangan kirinya bertugas mengunci kedua tangan di atas kepala yang lebih muda.

Menipisnya pasokan oksigen dalam tubuh, membuat Metawin melepas paksa tautan bibir yang kian menuntut. Dengan nafas terengah, atensinya menatap lembut ke arah si tampan di atasnya.

“Mau lanjut?” Tanya Bright sedikit berbisik.

“Ngga capek? Besok masih repot kan di kampus.”

Lantas Bright menggeleng, mengecup singkat bibir Metawin. Tak ingin mengulur waktu, Bright mendekat ke arah perpotongan leher sang kekasih yang terekspos menggoda kewarasannya.

Ahh...” Bright tersenyum disela kegiatannya menikmati tulang selangka si pria manis yang begitu menggiurkan.

Kabut nafsu kian menyelimuti dua insan yang tengah menikmati dan dinikmati. Meningkatnya tensi panas tak lagi mampu dihindari. Samar-samar lenguhan nikmat lolos menyapa pendengaran Bright yang justru bangga mendengarnya.

Bibir Bright semakin turun menjelajah seluruh bagian tubuh seputih susu milih sang pujaan. Hingga ujung lidahnya bertemu dengan puncak coklat muda yang mencuat keras meminta perhatiannya. Ia melirik sejenak ke arah sang kekasih yang terlihat menggigit bibir bawahnya demi menahan lenguhan.

“Ahh...mmhhp”

Satu lenguhan penuh nikmat kembali lolos saat ujung lidah Bright menyapa puncah noktah yang kian mengeras.

Jika Bright begitu menikmati lenguhan sang kekasih, berbeda dengan si pemilik suara yang justru cepat-cepat mengatupkan kembali bibirnya. Sekuat tenaga Ia menahan kenikmatan yang Bright berikan tanpa mengeluarkan suara penuh nista.

“Desah aja. Jangan digigit bibirnya, nanti berdarah, sayang.” Ujar Bright sangat lembut, seraya mengusap bibir kekasihnya dengan ibu jari.

Kecupan ringan kembali Ia bubuhkan pada bibir merah yang lebih muda. Teringat dengan kedua tangan yang terkunci di atas kepalanya serta piyama yang entah sejak kapan telah lolos dari tubuhnya, mengakibatkan Metawin meremang seketika.

“Pelan-pelan aja ya?” Bisik Bright setelah membebaskan kedua tangan sang kekasih.

Metawin mengangguk pelan, sembari perlahan menyentuh kancing teratas piyama yang Bright kenakan. Hingga sekelebat pertanyaan muncul dalam benaknya. Bagaimana bisa Ia yang selama ini dianggap liar dalam urusan seks, bisa tunduk tanpa perlawanan di bawah kungkungan Bright.

Jangankan untuk melawan, untuk menatap netra Bright saja butuh keberanian ekstra.

“Kenapa dari tadi ngga berani liat aku?”

Bright kembali melontarkan pertanyaan. Namun bukan jawaban berupa kata-kata yang Ia dapat, melainkan lenguhan singkat yang terdengar, saat Bright dengan sengaja memilin lembut kedua noktah favoritnya.

“Ahh— kakhh...”

“Sakit?”

Metawin tak habis pikir dengan sikap lembut Bright saat mengerjai dua puncak dadanya. Sikap yang justru berhasil melenyapkan kewarasannya secara perlahan. Kali pertama Ia melakukan sejauh ini dengan Bright, kali pertama pula Ia diperlakukan selembut ini.

Hatinya tak pernah merasa sehangat ini saat melakukan kegiatan panas dengan orang lain dimasa lalu. Seolah semakin yakin Bright selalu memperlakukannya seolah hal paling berharga yang harus Ia jaga. Tiap sentuhan Bright berhasil memberikan sengatan aneh dalam tubuh hingga darahnya berdesir hebat.

“Kalo sakit, bilang ya?” Ujar Bright sekali lagi. Sementara yang ditanya hanya menggeleng lemah, seraya mencengkram lengan berotot milik Bright.

“Kak— ahh...”

“Enak— ahh kak please...”

Runtuh sudah usaha Metawin menahan rasa nikmat luar biasa yang melanda tubuhnya, terlebih pada bagian dada yang kini disapa hangatnya bibir sang kekasih. Bright melumat puting keras itu dengan gerakan lembut namun sungguh memabukkan bagi si pemilik. Metawin memilih melampiaskan dengan meremas surai lebat milik Bright, seolah tak mampu menahan kenikmatan bibir serta lidah seniornya yang terus memanjakan puncak dadanya.

“Akhh— mhhh...”

“Hahh...ah kak— udahh”

Saat kata tak sesuai dengan kenyataan. Metawin dengan lantang memohon agar Bright segera menghentikan kegiatan menikmati kedua putingnya secara bergantian, namun tangannya berusaha menekan kepala sang kekasih agar semakin dalam melakukannya.

Sungguh, ini terlalu gila. Kelembutan yang Bright berikan justru semakin membunuh waras Metawin. Tak pernah diperlakukan demikian, mengakibatkan Metawin sedikit kalang kabut menahan desah nista agar tak terdengar oleh Bright.

Nafasnya kembali terengah lelah, usai Bright menjauhkan bibirnya dari puncak dada yang lebih muda. Bright begitu menikmati hasil karyanya pada dua titik keras sang kekasih yang terlihat basah dan semakin menggoda. Terlalu fokus menatap tubuh bagian atas kekasihnya, Bright tak sadar si pemilik tubuh tengah menahan malu yang luar biasa melanda.

Semburat merah muncul sempurna di pipi Metawin, tak tahan dengan tatapan penuh damba dari sang kekasih.

“Kenapa? Mau udahan?” Tanya Bright saat yang lebih muda menarik tengkuknya dan memeluk erat tanpa aba.

Metawin lantas menggeleng, semakin menyembunyikan wajahnya pada ceruk Bright. Malu, Ia terlampau malu saat tatapan Bright tak lepas dari tubuhnya.

“Kenapa sayang?”

“Malu,” Cicit Metawin berbisik, masih dengan memeluk leher Bright.

Mengerti dengan situasi yang tengah Metawin rasakan, lantas Bright mengecup kening berpeluh milik kekasihnya. Perlahan Ia turunkan kedua tangan Metawin yang melingkar di lehernya, demi menatap wajah manis di bawahnya.

Senyum Bright tak henti-hentinya terpatri pada wajah tampannya. Terlebih saat berhasil mengunci tatapannya dengan sang kekasih. Tatapan yang sulit Metawin jelaskan, terlalu dalam namun menenangkan.

“Mau dimatiin aja lampunya?” Tanya Bright seraya menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi mata sang kekasih.

“Kenapa?”

“Biar kamu nyaman, biar malunya berkurang.”

Benar saja, Metawin ingin berteriak di depan wajah Bright saat ini juga. Akal sehatnya sudah menghilang entah kemana, ditambah perhatian Bright yang semakin merenggut sisa kewarasan yang Ia punya.

“Kamu gimana?” Tanya Metawin dengan sisa warasnya. Ia tak ingin terkesan egois ketika Bright mengutamakan rasa nyaman untuknya. Bagaimanapun, baik Metawin maupun Bright harus saling merasakan nyaman hingga akhir.

“Aku segimana nyamannya kamu, Ta.”

“Pake lampu tidur aja ya?” Bright mengangguk memenuhi permintaan sang pujaan.

Bright segera beranjak, meninggalkan Metawin yang masih terlentang sama seperti posisi sejak awal. Tidak, Bright tidak langsung mematikan penerangan utama kamar kekasihnya. Alih-alih menekan saklar di samping pintu kamar, Bright justru terlihat menanggalkan piyama bagian atas yang membungkus tubuh atletisnya.

Tak sadar akan wajah kekasihnya yang semakin merah padam. Metawin cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain, sebelum pipinya berubah menjadi tomat segar. Pikirannya berkelana, membayangkan hal selanjutnya yang akan Bright lakukan.

Hingga suara saklar ditekan terdengar jelas dan penerangan utama kamar telah sepenuhnya padam, berganti dengan lampu tidur bernuansa warm yellow menjadi satu-satunya sumber cahaya malam ini. Meski hanya diterangi lampu tidur yang terletak di atas nakas, di samping ranjang, keduanya masih melihat dengan jelas keadaan tubuh masing-masing.

“Sayang,”

“Hm?” Gumam Bright.

Tanpa ragu, Metawin menarik tengkuk sang kekasih yang kembali menindihnya. Mempertemukan kembali belah bibirnya dengan milik Bright. Berbeda dengan sebelumnya, pagutan yang baru saja dimulai oleh Metawin terasa semakin penuh nafsu.

Terbukti dengan suara-suara basah yang kian terdengar. Keduanya begitu menikmati, saling melumat berbagi rasa nikmat.

“Mhh...”

Lenguhan Metawin kembali menyapa pendengaran sang kekasih saat dengan berani Bright mempertemukan selatannya dengan milik yang lebih muda. Berawal dari saling bersinggungan, hingga berubah menjadi saling bergesekan.

Gila, keduanya merasakan hal paling gila untuk pertama kali. Tak ada paksaan, melakukan dengan penuh kelembutan pada setiap tahapnya. Keduanya menyadari, tak selamanya bercumbu dengan kasar akan memberikan kenikmatan yang luar biasa.

“Aku buka ya?”

Sungguh, tanpa bertanya pun, tak masalah bagi Metawin. Usai anggukan lemah sebagai persetujuan, Bright semakin menurunkan posisi tubuhnya berada di tengah-tengah kaki jenjang sang pujaan.

Entahlah, jantung Bright mendadak tak terkontrol. Degupnya kian bertalu saat paha seputih susu menyapa kedua netranya. Bright tak kuasa menahan debaran jantung serta gejolak dalam dirinya. Terlalu indah, batinnya.

“Jangan diliatin gitu.” Cicit Metawin setelah menutup selatannya yang masih terbungkus brief serta celana dalam menggunakan tangannya.

Bright terkekeh, kemudian perlahan menyingkirkan kedua tangan sang kekasih.

“Kenapa indah banget? Hm?”

Shit!

Can you stop praising my body, Sir?!

Gerutu Metawin dalam hati saat lagi dan lagi, Bright memuji tubuhnya. Ia bisa saja gila detik ini juga.

Tak mendapat respon yang Ia harapkan, justru semakin mendorong Bright untuk segera melenyapkan sisa kain yang menutupi tubuh sang pujaan.

Tak ada lagi yang mampu Metawin lakukan setelah Bright berhasil melepas dua lapis kain terakhir pada bagian selatannya. Ia yakin, wajahnya lebih mirip kepiting rebus atau tomat merah segar saat ini. Metawin yang punya nyali untuk menatap ke arah Bright yang siap menyentuhnya lebih jauh di bawah sana.

“Shit! Ahh—”

Pekik Metawin saat tangan dingin sang kekasih menyapa kulit paha bagian dalam miliknya. Gilanya terus berlanjut, tubuh Metawin semakin menggeliat ketika Bright mengecup singkat selatannya yang kian mengeras.

“Sayang, ganti posisi ya?” Ucap Bright pelan.

Metawin segera bangun dari posisinya, mengijinkan Bright mengambil posisi bersandar pada headboard. Dengan gerakan tenang, Metawin menarik tiga lapis kain sekaligus yang tersisa di bagian bawah tubuh Bright. Nafasnya mendadak tercekat lebih menyiksa, pun dengan saliva yang seolah mengering di tenggorokannya.

Tak pernah sekalipun terbayang dalam pikirannya tentang ukuran milik seniornya itu. Membayangkan benda panjang, besar dan keras itu mencoba membelah tubuh bagian belakangnya sebentar lagi.

Perlahan namun pasti, tangannya terulur menggenggam benda kebanggaan Bright. Hingga si empunya memejamkan mata, menahan sengatan nikmat dari tangan lembut kekasihnya pada selatannya.

Tangan Metawin bergerak naik turun, memanjakan benda keras yang terasa semakin keras di tangannya. Sesekali Ia melirik ke arah Bright yang tampak menengadah dengan mata terpejam.

“Ahh— Ta...”

Untuk pertama kalinya Metawin mendengar lenguhan sang kekasih. Sedikit sisa akal sehatnya kembali bekerja, mengaggumi ketampanan Bright bahkan tanpa sehelai benang pada tubuhnya. Peluh yang kian membasahi rahang tegasnya, menambah kesan panas di wajah tampannya.

“Aku masukin ya, Kak?”

Tanpa menunggu jawaban, Metawin mengecup pelan puncak penis sang kekasih. Kemudian tanpa permis, Ia raup hampir sebagian batang ke dalam mulutnya. Kali ini, Metawin membiarkan keahliannya bekerja seperti biasa. Meskipun ada rasa takut akan terlihat begitu jalang di mata Bright.

Kepalanya bergerak lihai ke atas dan ke bawah. Rongga mulutnya terasa penuh, terasa terlalu nikmat saat urat-urat penis kekasihnya bertemu dengan lidahnya. Butuh waktu sekitar 20 menit hingga penis Bright terasa semakin membesar di dalam mulut Metawin.

“Ahh hahh...hahh udah, Ta” Ujar Bright setelah mengeluarkan paksa kejantanannya dari mulut kekasihnya.

“Aku siapain kamu dulu ya.”

Metawin kembali mengambil posisi terlentang di bawah kungkungan Bright. Ia menangkap perubahan raut wajah sang pacar yang terlihat ragu.

“Kenapa, Kak?” Tanya Metawin seraya mengusap lembut pipi kanan si pacar tampan yang berada di atas wajahnya.

“Aku ngga ada lube sama kondom. Kalo kamu ngga nyaman, kita berhenti aja.”

Metawin termangu mendengar ucapan lembut sang kekasih. Ia tak pernah menyangka, Bright akan memperlakukannya seolah ini pertama kali bagi Metawin.

“Lanjutin aja. Pelan-pelan kan kata kamu tadi?”

Bright sontak menarik nafasnya dalam, mengumpulkan keberanian untuk melangkah ke step selanjutnya. Ia mengangguk, menyetujui ucapan sang kekasih. Dengan senang hati, Metawin melebarkan kedua kakinya, memberi akses untuk Bright agar segera melancarkan aksi pada lubang kecil miliknya.

Perlahan Bright menurunkan tubuhnya, hingga atensinya menangkap cincin berkerut yang berkedut memohon untuk segera disentuh.

“Akh! Kak— bentar... shhh” Metawin kembali mendesah menahan perih, saat jari telunjuk Bright mencoba menerobos analnya.

“Sakit? Dikeluarin ya?”

Meski Bright telah mencari cara agar mengurangi rasa perih pada lubang sang pacar dengan membasahi jari menggunakan air liurnya, tampaknya usaha Bright tak berhasil. Perih sekaligus nikmat tetap Metawin rasakan.

“Jangan. Gerakin aja pelan-pelan” Ujar Metawin semakin melebarkan kakinya.

Mendapat ijin dari sang pacar, Bright melanjutkan aksinya. Jari telunjuknya perlahan Ia tarik keluar dan kembali masuk, menimbulkan lenguhan Metawin lebih keras lagi. Begitu juga dengan tubuh Metawin yang kian melengkung ke belakang saat Bright menambah tempo jarinya di dalam analnya.

“Ah ahh fuck mhh sayanghh ahhh” Racau Metawin lantang.

Sedangkan Bright begitu menikmati pemandangan saat tubuh indah sang kekasih terlonjak akibat aksi dua jari pada lubang senggamanya. Ah, Metawin tak menyadari bahwa Bright telah melesakkan dua jari ke dalam sana.


“Ta, sayang... jangan ditahan sendiri ya sakitnya.”

Kini Bright tengah bersiap dengan kejantanannya yang begitu keras siap mengoyak lubang sempit kekasihnya. Takut jika ukuran penisnya yang jauh di atas rata-rata, akan menyakiti sosok manis yang pasrah di bawah kuasanya. Bibirnya tak henti merapalkan kalimat penenang saat kepala penisnya menyentuk permukaan anal sang pacar.

“Akhh!” Metawin meringis sakit setelah Bright memasukannya dalam sekali hentak, agar segera mengakhiri rasa perih di bawah sana.

“Punggungnya mau dipakein bantal?

“Sakit banget ya?”

“Pahanya turun aja ya, aku ngga mau kamu makin ngerasain sakit.”

Berbagai untaian kata terucap tanpa henti dari bibir Bright. Ia terlalu khawatir jika Metawin tak merasa nyaman atas perlakuannya. Beberapa kali Ia beri kecupan kupu-kupu pada bibir sintal Metawin di bawahnya.

“Boleh gerak?”

Metawin tak mampu menahan senyum setiap kali Bright meminta ijin padanya. Ia tak mengerti dengan sikap lembut sang kekasih, hingga membuatnya merasa begitu berharga.

Perlahan pinggul Bright bergerak maju dan mundur setelah Metawin mengangguk. Lenguan keduanya saling beradu, menggema jelas di ruangan dengan penerangan lampu tidur milik Metawin.

Tak sampai disitu, bibir serta lidah Bright kembali memanjakan puting favoritnya bergantian kanan dan kiri. Metawin benar-benar dibuat semakin jauh dari warasnya. Puting yang dihisap kuat, penis yang dimanjakan oleh tangan dingin Bright, serta anal yang dihujam telak oleh penis Bright seolah melenyapkan seluruh akal sehatnya.

Tubuhnya tak mampu lagi menahan serangan nikmat secara bersamaan. Semua titik sensitif tubuhnya diserang tanpa henti oleh Bright. “Ahh ah ah... too much— kak mhh”

“Can I cum inside?” Tanya Bright dengan pinggul yang tetap menghujam anal Metawin.

Yang ditanya hanya mengangguk, menerima apa saja yang ingin Bright lakukan. Ia terlalu gila dengan kenikmatan yang Bright berikan pada tubuhnya, terlebih pada analnya. Tubuhnya bergerak kesana dan kemari seiring dengan hujaman penis besar kekasihnya.

“Enak sayang?”

“Enakhh ah ah ah...enak banget ahhh”

Gerakan Bright semakin cepat, namun temponya tetap terjaga. Keduanya segera menjemput putih bersamaan. Bright kembali memeluk erat tubuh sang pujaan, sambil terus bergerak melesakkan penisnya dalam di lubang senggama penuh kenikmatan milik Metawin. Sedangkan Metawin melampiaskan nikmatnya pada punggung lebar Bright. Remasan hingga cakaran tergambar di punggung yang lebih tua.

“Im close— agghh.” Lenguh Bright berbisik di telingan sang pacar.

Pelukannya semakin erat seiring dengan penis Bright yang terasa semakin membesar di dalam lubang hangat Metawin.

“AKHHH—”

Pekik Metawin saat dirinya menjemput putih lebih cepat dari Bright.

“Ah ah ah kak— kak Bri ah mhh kakkhhh” Lenguhan panjang semakin Metawin lantunkan.

“ARGHH FUCK, IM— AHHH”

Hingga enam tusukan terakhir mengakhiri Bright yang menjemput putihnya dengan lima semburan hangat di dalam lubang sang pacar. Masih dengan posisi saling memeluk, Bright perlahan menarik keluar batang penisnya hingga menghasilkan lenguhan kecil Metawin.

“That was amazing” Ujar Bright setelah menjatuhkan tubuhnya di samping Metawin dan merelakan lengan kanannya sebagi bantal untuk sang pujaan.

Metawin mengangguk dengan senyum manisnya. Mencuri satu kecupan pada bibir Bright, kemudian memeluk erat pinggang Bright. Lantas Bright membalas pelukan kekasihnya, mengecup singkat kening Metawin dan membiarkan yang lebih muda menjemput mimpi lebih dulu.

130821//Je.

Incoming call

Luke's Home

Tepat pukul satu dini hari, kabut nafsu semakin menyelimuti dua insan yang saling melempar tatapan gelap. Seolah menjelma menjadi binatang buas yang siap menyantap hidangannya detik ini juga.

Tubuh pria blasteran itu semakin mendekat, mengikis jarak dengan pria manis yang terlentang dibawah kuasanya. Kesadaran Luke masih tersisa, meski nyaris menguap terkalahkan dengan nafsu. Kedua tangan Luke mengunci seluruh pergerakan pria di bawahnya. Menahan tangan Metawin pada dua sisi kepalanya.

Nafas tak beraturan semakin jelas terdengar dari Metawin. Ia menatap lekat pria yang mengungkungnya saat ini. Pria yang tak pernah ia bayangkan akan melakukan kegiatan panas dengannya setelah sekian lama. Setuhan-sentuhan yang dulu sering Metawin rasakan, kini kembali menyapa setiap jengkal tubuhnya.

Bibir hangat perlahan menyapa ranum Metawin. Mengecup ringan beberapa saat sebelum berubah menjadi pagutan panas yang sesungguhnya. Metawin tak menolak, pun tak menerima. Kedua kelopak matanya menutup sempurna saat pria di atasnya memperdalam pagutannya. Bunyi basah yang dihasilkan pertukaran saliva keduanya mulai terdengar di ruangan milik Luke.

Cairan bening turun bebas menyapa ujung bibir Metawin. “Ahh—

Lenguhan pertama lolos dari ranum Metawin setelah Luke dengan sengaja menyesap kasar lidahnya. Metawin merasakan sebuah tangan mulai bergerak melepas satu per satu kancing kemeja yang ia kenakan. Dinginnya suhu ruangan menyapa tubuh polos bagian atas Metawin. Sentuhan menggoda menyapa pinggang rampingnya. Tubuhnya meremang, semakin memanas seiring liarnya tangan Luke pada tubuh indah Metawin.

Luke mengakhiri pagutan panasnya, menjauhkan diri sejenak dari pria manis di bawahnya. Ia kembali menatap lapar tubuh seputih susu yang menyerah dalam kuasanya. Seringai kecil perlahan muncul pada bibir pria blasteran yang sibuk menanggalkan pakaiannya. Seolah siap menjamah hidangan istimewanya malam ini.

You know me, right? Berhenti sekarang atau gue pake berkali-kali?”.

Seolah tertampar keras hingga kesadarannya perlahan kembali. Dadanya bergemuruh memikirkan hal-hal kotor yang akan terjadi selanjutnya. Ia pernah merasakan bagaimana Luke benar-benar menikmati tubuhnya hingga pagi hari. Entah berapa ronde yang harus Metawin mainkan bersamanya. “Do me

Kalimat singkat sebagai awal dimulainya kegiatan panas sepasang mantan kekasih. Atas persetujuan Metawin, kini seluruh fabrik yang menutupi tubuh indahnya telah lenyap. Tak menyisakan sehelai benang pun. Tubuh indah seputih susu itu terpampang nyata, menyapa netra Luke yang berbinar.

Tubuh yang pernah Luke habisi semalaman penuh. Tanpa ampun, tanpa jeda, hingga Metawin tak berhenti membebaskan lenguhan laknat setiap kali kenikmatan ia dapatkan.

Mhhh— touch me— morehh pleasehhh ahhh”.

Satu kalimat permohonan telah Metawin ucapkan tanpa rasa malu. Siapa yang peduli dengan rasa malu jika nikmat yang ia dapat akan membawanya pada surga dunia. “Tegang, Ta? Want me that much? Hm?”.

Shit, terlalu banyak godaan. Metawin tak tahan. Tangannya serampangan menyentuh selatan Luke yang telah menegak sempurna di bawah sana. Luke menggeram menahan nikmat seraya menjamah puncak dada Metawin. Saling memberi serangan nikmat, Luke tak berhenti mengerjai dua noktah yang mengeras dengan lidah hangatnya, sedangkan Metawin terus mendesah nikmat dengan satu tangannya terus memijat selatan Luke.

Puas dengan dada Metawin, Luke beralih memberikan hisapan keji pada kulit putih yang teramat menggoda. Entah berapa tanda kemerahan telah tercetak pada tubuh Metawin. Luke menatap tubuh itu sejenak, merasa bangga akan karyanya yang telah lama tak ia rasakan. “Indah banget, sayang”.

Can you please fill my hole right now?”.

Luke menyeringai, “Ngga sabaran banget, sejak kapan jadi jalang gini? Hm?”. Semakin direndahkan, Metawin semakin merasa panas dalam tubuhnya kian meningkat. Tangannya mengalung sempurna pada leher pria di atasnya. Sengaja Metawin gerakan pinggulnya saat tubuh keduanya semakin tanpa jarak.

Luke kembali menghabisi noktah yang sempat terabaikan, lidahnya tak berhenti memberikan kenikmatan duniawi pada pria manis yang sedang menggoda di bawah sana. Kecup, jilat, hisap. Metawin tak kuasa menahan serangan nikmat yang menjalar di tubuhnya. Dada indahnya kian membusung seiring dengan kuatnya hisapan pada puting yang mengeras.

Udahhh...jangan disituhh teruss— ahhh satunyahh...hisap jugahhh

Pria di atasnya dengan senang hati bergantian memanjakan dada yang sejak tadi hanya tersentuh dengan jari-jarinya. Luke merasakan jemari Metawin semakin liar menjelajah tubuh bagian bawahnya. “Calm down, sayang. Kenapa buru-buru banget, hm?”.

Metawin enggan menjawab, ia memilih mendorong tubuh kekar pria yang mendominasinya sejak beberapa menit lalu. Tangan lentik Metawin serampangan membuka fabrik terakhir yang membungkus kejantanan yang telah mendesak keluar. Mulai dari ikat pinggang hingga risleting yang perlahan turun, menampilkan dalaman hitam yang terlihat membumbung. Metawin beralih melirik ke atas, mencari ekspresi pria yang menegakkan tubuh dengan berlutut di hadapannya.

Persetan dengan rasa malu dan harga diri, Metawin tengah memanjakan selatan lawan mainnya dengan mengusapkan wajahnya pada ereksi yang masih terbungkus kain terakhir. Desahan Luke tertahan, meski tangannya bergerak mengusak surai pria yang tengah mengerjai kejantanannya.

Stop playing, he needs your mouth”. Ujar Luke dengan nada dominasi yang terdengar sedikit menegangkan.


Luke dan Metawin sama-sama kalang kabut merasakan kenikmatan tiada tara. Nikmat yang selalu didambakan oleh Luke setiap bertemu dengan pria manis itu. Malam ini, Metawin kembali dalam dunia yang telah lama ia tinggalkan. Hanya karena satu alasan yang mengakibatkannya hilang arah. Entah bagaimana perasaannya, ia hanya ingin meraih kepuasaan demi menghilangkan rasa kecewanya.

Tak peduli dengan pandang orang lain setelah ini. Pada akhirnya Metawin merasa tak akan pernah menemukan seseorang yang menerima hatinya. Berkali-kali ia menyukai seseorang dengan tulus, selalu berakhir dengan urusan ranjang, kemudian ditinggalkan setelah dinikmati hampir setiap hari. Lagi pula Metawin menikmati setiap urusan ranjangnya dengan siapapun.

Biar saja orang lain yang menganggapnya mahasiswa berprestasi tanpa tau bejatnya Metawin di luar sana.

Ahh— enakkhh...fasterhh”.

Lenguhan demi lenguhan saling bersautan di dalam ruangan dengan lampu kecil yang menambah suasana erotis kegiatan panas malam ini. Sebenarnya, salah satu dari mereka sedikit terganggu dengan panggilan masuk pada ponsel Metawin.

Setidaknya 4 panggilan masuk, namun tak satupun terjawab oleh pemilik ponsel. Metawin tak peduli, tak ingin memutus nikmat duniawi. Fokus pada rasa nikmat ketika titik sensitif di bawah sana tersentuh oleh benda tumpul yang menghujam lubangnya tanpa ampun. Sedangkan Luke sedikit melirik bergantian dari wajah pria penuh nafsu di pangkuannya lalu beralih pada ponsel.

Ta, ngga mau di jawab dulu telfonnya?”. Tanya Luke seraya memelankan temponya pada lubang hangat di bawah sana. Metawin menggeleng, justru kini dirinya lah yang bergerak, menaik-turunkan tubuhnya. Suara pertemuan kulit dengan kulit semakin terdengar jelas, seiring dengan gerakan Metawin yang menggila.

Drrrtttt Drrttttt

Ganggu banget bangsat, gila apa, ada orang jam segini telfon mulu”.

Protes Metawin yang mau tak mau harus menghentikan kegiatan senggamanya. Segara ia raih ponsel di bawah bantal tanpa melepas penyatuan tubuhnya dengan Luke. Kemudian memeriksa notifikasi, matanya memicing setelah mengetahui dari siapa panggilan masuk yang ternyata sudah lebih dari 5 kali. “Siapa?”.

Luke memeluk pinggang ramping dipangkuannya, mendekatkan wajahnya pada ceruk leher putih yang terpampang di depannya. Kecupan-kecupan kecil ia bubuhkan pada leher itu, bak kanvas putih yang dipenuhi bercak kemerahan. Luke semakin memperdalam wajahnya pada leher Metawin.

Metawin otomatis melingkarkan sebelah tangan pada leher Luke, sedangkan sebelah tangan yang lain fokus pada ponselnya. Tak masalah dengan ereksi yang hanya diam di dalam lubang hangatnya. “Kangen cock warming kaya gini”. Ujar Luke tiba-tiba yang dibalas kekehan dari Metawin.

Mau dikeluarin ngga? Atau tidur tapi ngga usah dilepas?”. Gila, bermaksud menghilangkan kekecewaan, justru berakhir dengan menghidupkan kembali jalang yang telah lama tidur.

Luke mengecup singkat bibir Metawin yang sedikit bengkak, “Tidur aja, dilepas tapi. Biar gue selesaiin di kamar mandi.

Bener? Ngga adil dong, gue udah keluar dua kali, masa lo belum sama sekali?” Metawin kembali menggodanya dengan mengetatkan analnya hingga Luke menggeram tertahan.

Luke yang kembali sadar, segera melepas penyatuannya. Merebahkan tubuh polos Metawin di kasur, dan segera beranjak menuju kamar mandi demi menyelesaikan urusannya. Metawin terkekeh melihat tingkah mantan kekasihnya.

—Je.

Flashback On

Sudah menjadi hal yang dianggap wajar ketika persaingan sering terjadi di tengah eratnya hubungan persahabatan. Salah satu hal yang selalu menjadi senjata pemecah hubungan pertemanan.

Yang dekat menjadi jauh, yang jauh akan semakin jauh. Meski banyak penyebab yang bisa saja memecah pertemanan, namun persaingan dalam mendapatkan sesuatu, sering kali menjadi alasan utama. Tak pandang perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan laki-laki sekalipun.

Sama halnya dengan yang dialami dua bocah ingusan yang sebenarnya berteman baik, meski tidak begitu dekat. Orang lain sering menyangkan bahwa keduanya bersahabat sejak kecil. Namun faktanya, mereka tak bersahabat, tak bermusuhan pula. Hanya sebatas teman yang saling mengenal. Memang, beberapa kali mereka terlihat mengabiskan waktu bersama. Sekadar nongkrong ala anak SMA sepulang sekolah.

Meski keduanya terlihat begitu akrab, baik Bright maupun Joss tak pernah menyatakan dengan gamblang bahwa mereka bersahabat. Jika ditanya, jawaban mereka hanya “temen biasa, kaya yang lain”.

Ya, kenyataannya mereka hanya berteman dilingkup sekolah. Jika bertemu secara tidak sengaja di tempat umum, mereka hanya saling melempar senyum dengan kedua alis saling terangkat singkat. Menurut Bright, ini normal, terjadi pada siapa saja.

Lagi pula Bright memang tipikal remaja yang cukup malas basa-basi untuk memulai obrolan pada orang asing. Dari sekian banyak teman sekolah, yang Bright anggap sahabat hanya Mike dan Tay. Tay yang merupakan sepupunya, paham betul sifat Bright yang seperti ini sudah ia temui sejak kecil.

Sedangkan Joss, tipikal remaja yang akan sangat mudah berbaur dengan siapa saja, tak terkecuali. Siapa saja bisa ia anggap teman, meski hanya pernah bertatap muka satu dua kali. Joss tak segan untuk menyapa teman lama yang bertahun-tahun tak bertemu.

Bright sendiri tak masalah jika banyak orang yang menganggapnya sombong. “kenal aja kaga, ngatain sombong duluan”.

Pertemanan Bright dan Joss sebenarnya bermula dari hal yang sangat umum pula terjadi. Berada di tim futsal utama sekolah, pernah sama-sama menjadi anggota osis, sering tercantum dalam panitia acara yang mengharuskan mereka bekerja sama.

Bright dan Joss sering menjadi pusat perhatian di sekolah karena perpaduan ketampanan yang khas akan cowok blasteran. Garis hidung yang nyaris sempurna, dua mata Bright yang tajam mengintimidasi berpadu dengan dua mata Joss yang akan melengkung cantik saat tersenyum. Terlalu banyak keindahan dari kedua remaja itu. Tak heran jika gadis-gadis di sekolah akan melempar pandangan memuja ketika tak sengaja bertemu dengan keduanya yang saling jalan berdampingan di koridor sekolah.

Jangan bayangkan akan seperti apa histerisnya gadis-gadis itu ketika dua makhluk tampan saling mengoper bola di lapangan futsal. Teriakan anak laki-laki pun tak terlewatkan.

Namun siapa sangka, dua remaja itu sedang dihadapkan masalah yang saling menarik nama satu sama lain ke dalam lingkaran permusuhan. Lagi dan lagi, masalah yang amat sangat klise terjadi pada remaja seusia mereka.

Anjing, gue kira dia beneran temenan sama lo kaya temenan sama yang lain”. Ujar Mike setelah mengetahui fakta tentang Bright dan Joss.

Fakta yang tak pernah Bright bayangkan selama mengenal Joss. Fakta yang seolah hal mengerikan dalam hidupnya. Fakta bahwa Joss menyimpan perasaan lebih pada Bright. Fakta bahwa Joss juga menyukai perempuan yang disukai oleh Bright. Rumit, pikir Bright.

Satu hal yang Bright lakukan saat mengetahui fakta tersebut, menjauhi Joss. Tak peduli berapa kalipun Joss mencoba menemuinya, Bright akan tetap menghindar.


Bri, udahah deh lo kasian sama ceweknya. Ngga ada gunanya, tuh cewek jelas-jelas udah pacaran sama Joss. Mau apa lagi sih, lo?”. Ujar Tay yang ikut pusing memikirkan masalah sahabat sekaligus sepupunya.

Gue masih ngga tau tujuan dia pukulin ceweknya, direkam dan dikasih ke gue. Buat apa, anjing?”.

Mike dan Tay saling bertukar pandang, menatap Bright dengan tatapan menelisik curiga. “Bri, lo masih suka sama Jane?”.

Ngga, mending gue lepasin Jane daripada urusan sama si bangsat makin panjan”. Sahut Bright cepat.

Bahkan Jane udah lo lepas, masih panjang urusan lo sama si bangsat”.

Bright mengangguk, mengusak rambutnya ke belakang. Ia masih tak habis pikir, alasan Joss memamerkan sikap kasarnya pada Jane, perempuan yang disukai Bright dan Joss secara bersamaan. Namun, Bright lebih pusing memikirkan mengapa Joss menyatakan perasaannya pula pada Bright.

Ting!

Ketiga remaja itu teralihkan pada suara notifikasi dari ponsel Bright. Si pemilik ponsel sigap membuka benda pipih itu. Hingga kedua alisnya bertaut membentuk kerutan khas raut orang bingung.

Bangsat!”.

Mike dan Tay segera beranjak dari duduknya, menghampiri Bright yang baru saja mengumpat. Belum sampai satu menit, Mike memilih membuang pandangannya ke arah lain. Sedangkan Tay sigap merebut ponsel itu dari tangan Bright. Tay tau video apa yang menjadi fokus Bright saat ini.

TW//🔞

Nyatanya tak pernah ada yang tau sejauh apa hubungan Bright dan Joss. Tak satupun orang disekitar mereka sadar, bahwa keduanya pernah berurusan secara intim, melakukan kegiatan panas hanya karena rasa penasaran yang tak terbendung lagi. Dari situ lah, Joss benar-benar menaruh hati pada Bright. Lebih dari teman, lebih dari sahabat.

Namun Bright tak pernah menyadarinya, pun tak pernah membayangkan hal sebodoh itu akan terjadi pada dirinya. Nyatanya Bright tetap menaruh hati pada Jane yang ia sukai sejak dua tahun terakhir. Tak berhenti disitu, seolah menyatakan perang dingin, Joss terang-terangan menyatakan perasaan pada Jane di sekolah beberapa hari setelah Joss menyatakan perasaan pada Bright secara diam-diam.

Merasa dipermainkan, Bright dan Joss tak luput dari perkelahian. Adu pukulan, di luar sekolah bahkan di halaman belakang sekolah saat sore hari. Bright juga melepaskan Jane setelah gadis cantik itu menjatuhkan hatinya pada Joss. Namun siapa sangka, Joss justru melakukan kekerasan fisik pada Jane. Direkam secara diam-diam, kemudian dikirim ke Bright melalui pesan.

Terlalu banyak video berdarah yang dikirimkan, hingga perlahan memberikan tekanan besar pada hidup Bright. Tak hanya pertunjukan berupa pukulan, dengan nyata dan tanpa sungkan, Joss mengirimkan video saat Joss beradu desah dengan Jane hampir setiap malam.

Tekanan itu lah, yang mengakibatkan trauma yang cukup fatal untuk Bright. Serangan panik saat tak sengaja bertemu Joss ketika acara reuni SMA, gangguan kecemasan saat mendengar nama Joss, hingga Bright terbiasa menyakiti diri sendiri untuk mengurangi rasa takut yang berlebihan.

Bahkan sejak kejadian itu, Bright tak memiliki kebaranian untuk bertemu dengan orang asing secara langsung. Mendengar suara keras saja, degupan jantungnya otomatis semakin kencang tak beraturan.

Flashback off

Je